Lihat ke Halaman Asli

Sutomo Paguci

TERVERIFIKASI

Advokat

Revolusi Janggut

Diperbarui: 20 Juni 2015   04:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Padang, 6 Juni 2014. Saya sudah skeptis ketika melihat khotib itu berjalan ke arah mimbar. Skeptis terutama melihat janggutnya. Umur si khotib perkiraan saya sekitar 40-an tahun tapi janggutnya sudah, ya ampun, panjang sekali.

Rasa skeptis saya makin menjadi-jadi ketika mengingat pengumuman pengurus masjid barusan saja. Gelar si khotib berjanggut itu Lc dari timur tengah. Pikiran saya mengatakan, Lc dari timur tengah kalau tak terpapar ideologi Wahabisme paling kurang Ikhwanul Muslimin.

Benar saja. Belum lama si khotib bercuap-cuap di atas mimbar si doi sudah menjelek-jelekan Zabur, Taurat dan Injil. Belum cukup sampai di situ, ia juga menjelek-jelekan Syiah. Dikatakannya bahwa Syiah itu tidak mengikuti Nabi Muhammad SAW.

Dan...inilah puncaknya! Si doi berjanggut mulai memprovokasi dengan isu politik. Dikatakannya bahwa dua pasang capres yang ada saat ini tidak ideal dari sudut pandang Islam. Namun dihimbaunya umat tidak golput. Pilihlah capres yang tidak akan mencelakai Islam. Satu diantara capres (tidak disebut namanya) dikatakannya pernah meruntuhkan masjid.

Saya bukan tim sukses salah satu capres, bukan pula relawan, apalagi babinsa, namun iseng saja merekam khotbah si janggut.

Soal perjanggutan ini, beberapa hari yang lalu, ipar saya bercerita bahwa dia sering bertemu dengan orang berjanggut yang ceritanya hampir sama: H pada nama Jokowi adalah Herbertus, Jokowi islam dadakan, orang Cina, dst. Sepengamatan saya, isu fitnah demikian merasuk cukup dalam di tengah warga Kota Padang.

Tentu saja disebut 'janggut' dan 'Lc' di sini bukan bentuk generalisasi melainkan hanya di konteks tulisan ini saja. Pasalnya, tak sulit menemukan orang berjanggut bergelar Lc berpembawaan lembut, toleran dan berilmu tinggi. Apalagi janggut sebagai gejala biologis, sama sekali tak jadi masalah. Saya juga punya janggut beberapa lembar.

Yang jadi masalah adalah janggut ideologis. Yakni, janggut sebagai simbolisasi puritanisme agama garis keras, fundamentalisme agama, kekakuan dalam beragama, seraya menolak paham lain yang berbeda. Pada saat yang sama memposisikan ideologi negara Indonesia sebagai lawan. Bahwa yang benar itu adalah yang ke-Arab-Araban.

Gejala janggut ideologis demikian sangat marak di tengah masyarakat. Menyebar melalui pengajian, jejaring khotib, sekolah-sekolah negeri maupun swasta, dan partai politik.

Janggut ideologis inilah yang perlu direvolusi: dari janggut ideologis menjadi janggut biologis, atau sekedar penampilan. Selanjutkan dikembangkan paham inklusifitas.

(Sutomo Paguci)

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline