Lihat ke Halaman Asli

Sutomo Paguci

TERVERIFIKASI

Advokat

Jokowi Perlu Tangan Kanan Ahli Hukum yang Handal

Diperbarui: 17 Juni 2015   12:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kelihatan sekali Presiden Jokowi tak punya tangan kanan ahli hukum yang bisa diandalkan. Berlarut-larutnya masalah pengangkatan calon Kapolri, pengangkatan Plt Kapolri yang disebut sebagian orang sarat masalah hukum, memperlihatkan kegamangan presiden. Tulisan ini bukan bermaksud apa-apa kecuali hanya suara masyarakat biasa.

Hal yang harusnya sederhana dan mekanis, karena sudah ada panduan aturannya dengan sangat jelas, ditambah lagi dengan visi kenegaraan modern yang aspiratif dan antikorupsi, malah menjadi rumit dan berlarut-larut. Berbeda halnya saat Presiden Jokowi mengurus persoalan di luar bidang hukum, misalnya kelautan, terlihat cepat dan meyakinkan.

Tentu saja Menkopolkam Tedjo Edhy yang paling bertanggung jawab. Bagaimana mungkin Kompolnas dibiarkan meloloskan figur-figur calon Kapolri yang rawan masalah hukum. Belum lagi kerawanan masalah bagi presiden karena mengangkat Plt Kapolri tanpa kejelasan prosedur hukumnya.

Karena blunder dalam proses pengangkatan calon Kapolri dan Plt Kapolri, disebut-sebut Jokowi dihadapkan pada situasi sulit. Maju kena mundur kena. BG dilantik akan menimbulkan tsunami masalah. BG tidak dilantik berpotensi dijadikan pintu masuk interpelasi DPR, bahkan bukan tak mungkin berujung pemakzulan.

Begitupun saat mengangkat Plt Kapolri. Yusril Ihza Mahendra, misalnya, sebagai salah seorang unsur pemerintah yang dulu membahas UU No 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara RI, menyebut pengangkatan Plt Kapolri tanpa persetujuan DPR sebagai melanggar Pasal 11 UU ini.

Terlepas masalah prosedur di atas, substansi maksud pengangkatan Plt Kapolri patut diapresiasi sebagai langkah yang cukup bijak, untuk mengatasi masalah kekosongan posisi Kapolri, berhubung DPR telah menyetujui pergantian Kapolri. Pada sisi lain, dapat pula dimaknai sebagai upaya menjaga "muka" Polri. Namun harusnya tetap malalui prosedur yang akuntabel.

Akumulasi masalah demikian harusnya tak perlu terjadi andai saja presiden punya pembantu ahli hukum yang bisa diandalkan. Hanya calon yang bersih dari masalah dan potensi masalah hukum saja yang boleh disodorkan pada presiden untuk dilantik menduduki jabatan penting. Dan semua tahapan dilakukan dengan prosedur hukum yang benar.

Pangkal masalah, menurut saya, saat Kompolnas menyodorkan figur calon Kapolri pada Presiden untuk diajukan pada DPR. Yang disodorkan figur yang sarat potensi masalah hukum. Di sinilah celah bagi petualang politik untuk bermain. Andai saja semua figur calon Kapolri, yang disodorkan pada Presiden, bersih dari masalah dan potensi masalah hukum, tentunya Presiden tak punya pilihan lain kecuali memilih yang terbaik dari yang baik.

Karena itu, jika boleh lancang menyarankan, Menkopolkam Tedjo Edhy inilah yang pertama kali perlu diganti pada momen reshuffle mendatang (bila ada). Ganti dengan profesor ahli hukum sekaligus praktisi hukum yang handal dan bisa diandalkan (siapakah dia?). Lebih baik lagi jika bernilai plus dengan wajah yang bersahabat dan budi bahasa yang enak.

Menkopolkam dan menhankam dari unsur (bekas) militer itu sudah kuno. Kini era supremasi sipil dan supremasi hukum. Semua urusan kenegaraan harus bersih dari masalah hukum. Urusan strategi keamanan percayakan pada Polri dan TNI yang tangani, beres di tangan mereka. Yang pegang kekuasaan hukum dan keamanan, di level politik, biarlah politisi sipil murni.

(Sutomo Paguci)




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline