Bila Anda jeli, pada uang kertas nominal 1000 Rupiah Republik Indonesia, dibagian belakang terdapat gambar fahombo atau tradisi lompat batu di Nias. Tradisi ini menjadi ikon yang mendunia.
Sehingga sering mahasiswa asal Nias ditanya teman-temanya, apakah bisa melakukan lompat batu.
Ternyata tidak semua pemuda Nias bisa melakukan tradisi ini. Tradisi ini hanya
dapat dilakukan oleh mereka yang sudah berlatih sejak kecil. Tradisi ini membuat pemuda Nias terlatih dapat melompsti tumpikan batu setinggi 2,5 meter. Lazimnya diselenggarakan di dekat rumah adat.
Deretan rumah adat yang disebut omo hada terdapat di desa Bawomataluo, dengan satu rumah adat besar yang disebut omo zebua. Dulu menjadi kediaman raja Nias.
Di dekatnya terdapat desa adat Orahili Fau yang dipisahkan oleh tangga batu. Disini juga sering dipentaskan fahombo.
Pada webinar Koteka Talk 205, yang diadakan oleh komunitas traveler Kompasiana sempat menghadirkan Febri Iwan Harefa, Kompasianer asal Nias.
Iwan panggilan akrabnya memulai presentasinya dengan menyebutkan adanya hubungan yang erat antara Jerman dan Nias, karena orang Jerman yang membawa agama Kristen ke Nias sebelumnya penduduk asli Nias memiliki kepercayaan megalitikum.
Di Nias, orang Jerman pula yang mendirikan Museum Pusaka Nias, museum ini yang mengumpulkan artefak yang tersebar di seluruh pulau.
Selain memiliki hubungan erat dengan bangsa Jerman, juga memiliki hubungan erat dengan orang Aceh. Karena sebagai utusan dari Aceh, Panglima Polem pernah dijodohkan dengan putri Nias