Kota Depok sekarang termasuk kota yang padat penduduknya. Terletak di dekat kota Bogor dan merupakan satelit kota Jakarta, sehingga sering disebut JaboDEtabek.
Sudah banyak referensi mengenai Depok selama ini, baik yang kita baca melalui media catak, kita lihat di media sosial melalui internet. Begitu simpang siur versinya, sehingga membingungkan, mana informasi yang benar.
Tanggal 28 Oktober 2024 Click dan Kreatoria berkolaborasi mengadakan Jelajah Heritage ke Depok. Ada prmandunya pula, seorang keturunan langsung dari warga Depok asli, bermarga Loen, tepatnya Boy Loen.
Menurut penjelasannya sebagian besar informasi mengenai Depok itu hoaks, dan pada kesempatan bertemu Click dan Kreatoria, Boy mencoba meluruskannya
Salah satu yang tidak benar adalah Depok adalah singkatan dari De Eereste Protestantse Otganisatie van Kristenen. Dasar kesalahannya sudah jelas, orang Kristen tidak pernah menyebut dirinya Kristenen namun Christian, dengan huruf C.
Juga mengenai Depok sudah merdeka lebih dulu daripada NKRI, karena sudah memiliki 4 presiden sebelum NKRi memproklamirkan kemerdekaanya pada 17 Agustus 1945.
Dengan bersemangat Boy membeberkan sejarah kota Depok berdasar keilmuannya sebagai pakar sejarah Depok, berteempat di Cornelis Koffie, jalan Pemuda, Depok.
Menurutnya, rumah yang saat ini dipakai sebagai kafe ini adalah rumah warga Depok era kolonial. Dengan ruang depan sebagai kamar tamu, karena kala itu kereta api hanya beroperasi hingga jam 18.00, sehingga tamu yang kemalaman harus nenunggu keesokan harinya, itulah sebabnya selalu disediakan kamar tamu di bagian depan rumah. Juga letak toilet yang terletak di bagian belakang runah.
Tanah di kawasan Depok sekarang adalah tanah yang dibeli oleh Cornelis Chastelein yang sering disebut-sebut sebagai pendiri kota Depok.
Saat itu tanah dimanfaatkan sebagai perkebunan lada, yang nilai ekonomisnya tinggi. Sedangkan di Batavia, Cornelis memiliki pabrik gula, sehingga kawasan Mobas sekarang adalah perkebunan tebu. Di Batavia, Cornelis juga memiliki perkebunan kopi.
Sebagai pejabat senior di VOC, Cornelis yang memiliki paham etis terhadap sesama manusia, tidak cocok dengan paham Gubernur Jenderal saat itu