Akhir bulan November 2024, Pilkada serentak akan digulirkan. Bulan ini hingga minggu tenang, akan riuh rendah dengan kampanye dan debat calon Kepala Daerah dan wakilnya.
Bisakah kita berharap terjadinya Pilkada Hijau ? Yaitu terpilihnya Kepala Daerah yang peduli pada nasib lingkungan di daerahnya.
Selama ini yang kita dengar hanyalah janji-janji tentang sekolah gratis, perbaikan infrastruktur, kebebasan beragama, dan yang paling menonjol adalah pembagian bantuan sosial (bansos).
Calon Kepala Daerah yang diajukan oleh partai politik maupun koalisi partai politik pasti berusaha habis-habisan untuk memenangkan kobntestasi. Apakah issue Pilkada Hijau akan menjadi nilai tambah yang signifikan ?
Jujur saja, sebagian besar pemilih adalah rakyat di akar rumput yang masih berkutat dengan kemiskinan, dan kebodohan. Bahkan program yang dijanjikan sebagian besar calon lebih banyak bersifat janji-janji belaka (retorika). Yang diutamakan justru pembagian bansos untuk menjadi nilai tambah bagi ketsrpilihan calon.
Pilkada Hijau mungkin akan bermanfaat bagi warga yang sudah mengenyam pendidikan tinggi. Dan ini hanya terpusat di kota-kota besar. ironisnya, warga yang sudah berpendidikan bila sudah bekerja, bila perusahaan banyak melanggar aturan tentang lingkungan, sering diam saja, karena takut terkena PHK bila mengajukan protes.
Sesungguhnya untuk melakukan Pilkada Hijau diperlukan komitmen dari pejabat, pelaksana, dan warga pada suatu daerah.
Pilkada Hijau dapat terwujud bila calon memiliki program tentang:
1. Pengumpulan sampah / limbah
Pengumpulan sampah rumah tangga dan limbah industri harus dipungut oleh bagian Kebersihan, lazimnya dibawah Dinas Lingkungan Hidup. Mulai dari penempatan yang terpisah antara sampah / limbah organik dan anorganik, dan B3. Pengambilannya harus pada hari berbeda berdasar jenis sampah / limbah, jangan dicampur, percuma saja sudah memilah pada awalnya.