Gegap gempita perebutan piala Euro 2024 telah mereda, dengan tampilnya tim Matador Spanyol sebagai jawara setelah menumbangkan tim Inggris 2-1.
Tidak hanya di kota-kota besar, seperti Jakarta atau Bandung yang berlangsung nonton bareng (nobar), namun di desa Sukatani, atau tepatnya di kampung Gandaria, desa Sukatani, Kabupaten Tangerang, provinsi Banten juga berlangsung nobar sepakbola.
Kalau Kompasiana pernah mengadakan nobar sepakbola perebutan pra Piala Dunia saat tim Merah Putih menghadapi tim Irak di O2 Corner, Palmerah, maka di desa Sukatani nobar diadakan di dekat pabrik penggilingan beras yang sudah berusia ratusan tahun.
Metodenya juga berbeda, kalau Kompasiana menggunakan relevisi layar lebar. Di desa Sukatani karena pengunjungnya banyak harus menggunakan layar lebar. Dari siaran streaming yang dilihat melalui notebook, lalu dipancarkan lagi ke layar lebar, dengan menggunakan overhead proyektor. Jadi seperti saat nonton bioskop misbar.
Memang desa Sukatani adalah penghasil beras berkualitas. Itulah sebabnya masih tersisa penggilingan beras di sana.
Bincang-bincang keseruan nobar Euro 2024 di desa Sukatani diceritakan oleh Irvan Maulana, seorang Kompasianer yang warga desa itu, dan kebetulan penggemar sepak bola dan bulu tangkis pada webinar Koteka Talk 185 yang dimoderatori oleh Gaganawati Stegmann, selaku ketua Koteka, komunitas traveler Kompasiana.
Desa Sukatani letaknya sekitar 1-2 jam perjalanan dari bandara Soekarno Hatta, bila ditempuh dengan kendarasn umum atau kendaraan pribadi roda empat atau roda dua Bisa lebih cepat bila melalui tol, dan keluar pintu tol Cikupa.Saat ini sarana transportasi masih ditingkatkan melalui upaya perbaikan jalan.
Saat ini pekerjaan sebagian besar warga desa Sukatani adalah bertani dan dagang. Jadi jangan heran bila disana terdapat area kuliner berjejuluk Grand Batavia, yang menjual ayam geprek, toge goreng, kopi kekinian, es teh Solo dan lain-lain.