Lihat ke Halaman Asli

Sutiono Gunadi

TERVERIFIKASI

Blogger

Menyatukan Sentra Wisata dan Budaya dalam Satu Lokasi

Diperbarui: 22 Februari 2024   11:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saat masih bekerja, saya sering mengunjungi Palembang, entah mengunjungi dealer, mengikuti tender Pertamina di Prabumulih,, atau melakukan supervisi pekerjaan staff di Sumatera Selatan

Masa bertugas pada umumnya 1-2 hari saja, karena sudah banyak tugas lain menunggu di Jakarta. Kalaupun bisa extend, paling hanya dapat tambahan 1 hari lagi.

Menjalankan tugas, sambil mengisi waktu saat menginap 1 malam atau menunggu jadwal pesawat paling malam, tidak pernah bisa menuntaskan dahaga untuk mengenal Palembang, lebih dekat  Paling hanya melewati jembatan Ampera dan mengunjungi ikon wisata, serta sedikit mencicipi kuliner meski sudah blusukan di pasar 10 Ulu..

Terpaksa saya harus mengikuti tour 5 hari ke Palembang agar dapat menikmati Palembang cukup lengkap.

Guna meningkatkan sektor wisata di Palembang ada baiknya pemkot melakukan sentralisasi di sekitar jalan Sultan Mahmud Badarudin. Sebab orang pasti kesana untuk mengunjungi Benteng Kuto Besak dan museum sultan Mahmud Badarudin.

Jadi, sentra kuliner dan sentra budaya dapat ditempatkan dalam satu lokasi, hingga wisatawan dadakan dapat langsung menunju kesana.

Saat ini untuk menikmati aneka varian pempek, aneka pindang, maupun mencari kain khas Palembang, letaknya terpisah-pisah dan menyulitkan bagi pendatang.

Pengelolaan ikon wisata seperti Benteng Kuto Besak dan museum sultan Mahmud badarudin sudah cukup bagus. Kalau disekitarnya dilengkapi dengan sentra kuliner dan budaya mestinya akan memuaskan pendatang yang hanya sempat berkunjung 1 hari saja.

Juga kawasan sungai Musi dapat ditambah even cruise untuk menyusuri sungai Musi, seperti banyak dilakukan di Belanda dan Jerman, serta sungai Kapuas di Pontianak.

Palembang sebuah kota yang menarik, yang pertama kali saya kunjungi dengan perjalanan darat dari Lampung. Saat itu belum ada jalan tol, kami harus melalui hutan dan jalan lurus yang sangat panjang. Terasa menyenangkan saat saya nenginjakkan kaki di bumi Wong Kito. Terasa ada kehidupan kota,  setelah berjam-jam berada di tengah hutan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline