Lihat ke Halaman Asli

Sutiono Gunadi

TERVERIFIKASI

Blogger

Sweet Dream, Impian Budak Era Kolonial

Diperbarui: 28 Oktober 2023   11:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Adegan (sumber gambar: inews.id)


Bagi seorang budak, tiada Impian yang paling manis, selain kebebasan dari belenggu tuannya. Bebas, meski belum tahu akan berada dimana dan makan apa. Yang peting diri berubah drastis dari terbelunggu ke arah kebebasan seperti burung-burung di alam.

Kejadian inilah yang dipotret oleh sebuah film dengan alur lambat, dan dibuat per bab laksana sebuah buku. Menggambarkan suasana perbudakan di Indonesia pada era Hindia Belanda pada tahun sekitar 1900, namun bukan film sejarah, karena tidak ada kejadian aslinya.

Direncanakan diproduksi sekitar awal 2020, namun terkendala Covid, sehingga tertunda, dan hampir menjadi proyek gagal. Film produksi Belanda ini akhirnya melakukan pengambilan gambar di Afrika, yang memiliki iklim tropis menyerupai Indonesia. Hingga pemeran harus diberangkatkan dari Indonesia.

Film diawali dengan Jan seorang pengusaha gula asal Belanda yang sedang mengajarkan berburu harinau kepada anak dengan selrnya, Siti, pembantu rumah tangga yang pandai menari Lengger bernama Karel.

Agathe, istri Jan sudah lama megetahui pembantu rumah tangganya, sekaligus menjadi selir, terbukti begitu besar rasa cinta Jan pada Karel, anak laki-laki hasil hubungan dengan Siti, namun dia berusaha tetap tegar menghadapi ulah suaminya. Hingga pada suatu malam, saat Jan pergi lagi menemui Siti, ulang ke kamar dalam keadaan mabuk berat dan langsung tertidur. Rupanya Jan tidak bangun lagi, alias meninggal dunia, lalu dengan bantuan Siti, Agathe menyingkirkan mayat Jan, sehingga saat dikuburkan hanya berisi peti mati kosong.

Hal ini diketahui, saat Cornelis, putra Jan dipanggil datang dari Belanda, ingin mengetahui kuburan ayahnya. Cornelis didatangkan ke Indonesia guna mengurusi perkebunan tebu dan pabrik gula, yang sedang mengalami pemogokan dari buruh-buruhnya. Cornelis datang ke Indonesia bersama istrinya, Josefine yang sedang hamil tua.

Film ini memotret dengan bagus suasana perbudakan di era kolonialis, termasuk segala macam properti disesuaokan dengan Waktunya. Kegelisahan Josefine atas gangguan byamuk, hingga close up seekor byamuk yang sedang nengisap darah, menggambarkan Belanda yang nengisap tenaga, hasil bumi, dan darah bangsa Indonesia.

Cornrlis dengan bantuan mandor Hong, seorang Tionghoa, yang menjadi pwrantara dan komunikator antara pihak Belanda dan para buruh / penduduk askii, berhasil meyakinksn penduduk / buruh erkebunan & pabrik  agar mau bekerja lagi minimal satu kali panen lagi, Dan upah yang tertunda akan dibayarkan.

Cornelis sangat kesal melihat Karel yang dengan seenaknya bermain kuda-kudaan disalam rumah. Diusirnya tanpa boleh membawa permainannya itu. Agathe dan Cornelis makin benci terhadap Karel, setelah notaris membacakan surat Jan yang mewariskan rumah, pabrik dan perkebunan pada Karel  Mereka memutuskan segera menjual rumah, untuk beata pulang ke Belanda, dan memiliki rencana untuk menghabisi nyawa Karel.

Siti selain menjadi selir Jan, ternyata juga memiliki kekasih seorang buruh perkebunan bernama Reza. Yang selalu merayunya untuk kabur dari perkebunan. Saat Siti sudah berniat untuk kabur, Siti mendengar info dari Josefine bahwa Karel mewarisi semua kekayaan Jan, sehingga Siti membatalkan niatnya untuk kabur.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline