Lihat ke Halaman Asli

Sutiono Gunadi

TERVERIFIKASI

Blogger

Opini Kedua (Second Opinion)

Diperbarui: 20 Oktober 2023   10:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Listrasi (t sumber gambar: alonedika.com)

Pernahkah kita tiba-tiba divonis harus menjalani operasi berat bahkan ringan ketika berada di rumah sakit?

Meski dalam kondisi panik, karena sedang menderita suatu penyakit, tetaplah berusaha tenang. Janganlah kita terlalu gegabah menyetujui tindakan operasi yang diusulkan oleh dokter dari rumah sakit itu. Lakukan pemeriksaan pada dokter kedua, bahkan ketiga dan keempat bila perlu. Tindakan ini bukannya meremehkan profesi dokter, melainkan untuk mendapatkan kepastian bahwa operasi harus dilakukan. Hal ini mengingat sekali kita menanda tangani persetujuan, maka tindakan operasi akan dilakukan, meski dokter itu melakukan kesalahan, tidak dapat dituntut, karena kita sudah menyatakan persetujuan.

Dengan kita melakukan pemeriksaan pada dokter lain, tujuannya adalah meminta oplni atau pendapat. Hasilnya bisa sama, bisa berbeda. Pihak rumah sakit atau dokter juga tidak boleh merasa tersinggung, bila pasien melakukan permintaan opini lain, karena untuk sebuah tindakan operasi, kita harus percaya bila memperoleh pendapat dari dokter berbeda.

Opini kedua ini diperlukan, karena bisa saja dokter pertama salah dalam melakukan diagnosa. Kita sebaiknya baru percaya, bila banyak dokter memberikan opini yang sama. Makin banyak opini yang sama, opini tersebut makin dapat dipercaya.

Jangan segan melakukan perbandingan. Karena dokter juga seorang manusia yang bisa melakukan kekhilafan atau kesalahan. Jadi, menjadi pasien jangan malas dan pelit untuk membandingkan berbagai pendapat dokter. Karena dunia kedokteran itu berkaitan dengan nyawa manusia.
Selalu berkelilinglah untuk memperoleh rekomendasi terbaik.

Juga sebagai pasien jangan meremehkan gejala sekecil apapun. Jadi bila ada vonis dari seorang dokter jangan langsung ketakutan, tetapi cobalah mencari pendapat lainnya.

Sama juga halnya bila kita menerima atau mendengar info kesehatan dari teman atau sosial media, meskipun pembicara mengaku seorang ahli bahkan professor kesehatan, kita harus selalu waspada, dengan selalu mencari data / informasi pembanding. Jangan langsung percaya mentah-mentah. Ketahuilah, bahwa jauh lebih banyak informasi hoaks di bidang kesehatan dibandingkan politik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline