Lihat ke Halaman Asli

Sutiono Gunadi

TERVERIFIKASI

Blogger

Kawasan Kota Tua, Ada Gang Virgin

Diperbarui: 22 September 2023   05:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di depan Beos (dok: Steven)

Bila pada tulisan sebelumnya, saya telah menuliskan Taman Mini Indonesia Indah (TMII) dengan wahana barunya, kini saya akan mengulas tentang  Kawasan Kota Tua.

Menurut ketua HPI DKI Jakarta, Indra Diwangkara, wisata di kota Jakarta, minimal harus mengunjungi tiga destinasi utama, yakni Monumen Nasional, TMII dan Kawasan Kota Tua. Indra, adalah seorang pemandu wisata dengan spesialisasi memandu tamu VVIP.

Indra & Pamelita (dok: Irfan)


Meski Kawasan Kota Tua telah beberapa kali saya kunjungi, namun selalu saja menemukan hal baru yang perlu diulas. Kebetulan hari ini kunjungan kami dipandu oleh Pamelita, pemandu resmi dari Unit Pengelolaan Kawasan Kota Tua (UPK) Jakarta.

Menurut Pamelita, rombongan yang mengunjungi Kawasan Kota Tua, sekarang bisa didampingi pemandu resmi dari UPK asal bersurat terlebih dulu. Tidak ada biaya alias probono, tapi ya kalau puas dengan panduan dari pemandu, jangan terlalu pelitlah memberikan tips. Pemanduan oleh UPK diadakan dua kali sehari, siang dan sore.

Hari ini, kami memilih yang siang hari, agar sore hari dapat digunakan untuk menjelajah salah satu museum. Di Kawasan Kota Tua terdapat paling sedikit 7 museum, yakni Museum Sejarah Jakarta yang orang sering salah kaprah menyebutnya sebagai Museum Fatahillah, Museum Wayang, Museum Seni Rupa dan Keramik, Museum Bank Indonesia, Museum Mandiri, Museum Bahari, dan Museum Art 3D.

Menurut Pamelita, terdapat 5 macam pilihan destinasi wisata di Kawasan Kota Tua, yakni Pelabuhan Sunda  Kelapa, Pecinan Glodok, Kampung Arab Pekojan, Tembok Kota Batavia dan Gedung Sejarah di Kawasan Kota Tua.

Hari ini kami memilih yang ke 5. Meski titik kumpul ditentukan di Kantor Pos Kota Tua, namun karena panas, akhirnya bergeser ke depan museum Seni Rupa dan Keramik.

Perjalanan wisata jalan kaki (walking tour) diawali dari museum Seni Rupa & Keramik. Mengingat waktu, kani tidak mengeksplorasi museum ini.

Lalu kami bergeser ke arah Kantor Pos Kota Tua yang kini sudah menjadi sentra kuliner. Dengan melalui lapangan Fatahilah, kami melihat replika air mancur, yang airnya untuk menyuplai kawasan Pantjoran. Karena bunyi air menggerojok, oleh warga setempat, yang kebanyakan orang Tionghoa, melafalkan sebagai Glodok. Itulah asal muasal daerah disekitar Pantjoran disebut Glodok.

Museja (dok: Ira)


Kemudian kami membuat foto group di depan museum Sejarah Jakarta (Museja). Kami akan mengunjungi Museja pada bagian ke dua trip ini.

Museja dulunya adalah balaikota (stadhuis) dan kantor Gubernur Jenderal, sekaligus sebagai tempat pengadilan dan pelaksanaan hukuman mati. Sebelum pelaksanaan hukuman mati dilakukan, biasanya dibunyikan bel, dengan tujuan memberitahukan kepada masyarakat agar jangan menentang VOC maupun pemerintah Hindia Belanda. Pelaksanaan hukuman.mati dipimpin langsung oleh Gubernur Jendral yang memberikan perintah dari jendela yang terletak di lantai dua. Hukuman mati dilakukan dengan dua cara, digantung atau dipancung. Di Museja masih tersimpan pedang untuk memancung, yang disebut pedang keadilan. Yang dihukum mati tidak hanya pemberontak pribumi, tetapi juga orang asing. Yang paling sadis adalah pelaksanaan hukuman mati untuk seorang bangsa Jerman bernama Peter Ekberfeld, yang disebut pemberontak, yang tubuhnya diikat lalu ditarik oleh 4 ekor kuda, sehingga tubuh, kepala dan anggota tubuh terpisah. Tempat pelaksanaan hukuman sekitar 1 KM dari kantor Gubernur Jenderal,, kini disebut daerah Pecah Kulit.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline