Lihat ke Halaman Asli

Sutiono Gunadi

TERVERIFIKASI

Blogger

Satya Wacana Mencontohkan Toleransi

Diperbarui: 16 Agustus 2023   05:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi (sumber gambar: bobo.grid.id)


Satya Wacana adalah sebuah Universitas atau perguruan tinggi yang terletak di kaki gunung Merbabu, tepatnya di kota Salatiga. Meliliki banyak program studi dari aras S1, S2, hingga S3.

Kota yang cukup sejuk, yang secara geografis terletak di tengah-tengah antara kota Semarang dan Solo di Jawa Tengah  Di kampus ini belajar puluhan suku bangsa di Indonesia, sehingga sering disebut sebagai Indonesia Mini. Kita dengan mudah menemukan suku Papua, Ambon, Batak, Dayak, Kawanua, Nias, Sumba, Sunda, serta suku-suku kecil lainnya dan tentu Jawa.

Meski kita berbeda-beda suku, namun semua mahasiswa dapat hidup rukun berdampingan selama kuliah. Dengan seringnya mahasiswa dilibatkan dalam diskusi,  tugas kelompok bahkan pengabdian masyarakat. Sehingga secara tidak langsung saling berinteraksi, saling bekerja sama, saling berargumentasi dengan mengutamakan rasa toleran, sehingga tugas dapat dijalankan dengan baik.

Dan yang lebih menonjol terdapat pada asrama mahasiswa di jalan Kartini, dimana mahasiswa mahasiswi berbeda suku dan daerah hidup berdampingan dalam perbedaaan tiap hari. Kehidupan di asrama mahasiswa juga sengaja di tata tiap blok selalu diisi mahasiswa dari suku berbeda, agar terjadi proses saling memahami diantara suku berbeda.

Selain berbeda suku, juga berbeda agama, semua mahasiswa bebas memeluk agama menurut keyakinannya masing-masing, padahal Satya Wacana adalah Universitas Kristen.

Namun pihak Yayasan sama sekali tidak berusaha memaksakan mahasiswanya untuk beralih ke agama Kristen. Disana mahasiswa beragama Islam, Katolik, Budha, Hindu dan Kong Hu Cu bebas beragama menurut keyakinannya. Mengadakan kegiatan keagamaan berdasar ritualnya masing-masing. Bahkan organisasi massa berbasis keagamaan sering saling bekerja sama dalam aneka kegiatan sosial.

Sikap toleran juga meresap pada mahasiwa mahssiswi yang semula berasal dari kalangan tertentu untuk bisa membaur dan hidup rukun saling menghargai satu sama lain.

Toleransi yang dibentuk di dalam kampus ini dapat menyebar dan menular ke seluruh kota, sehingga Kota Salatiga dinobatkan sebagai kota paling toleran di Indonesia. Pada awal masa perkuliahan selalu diadakan pawai keliling kota dengan mengenakan busana khas daerah / sukunya untuk "kilo nuwun" atau minta izin pada warga kota untuk tinggal dan belajar di Salatiga. Dan bagi mahasiswa yang tidak tinggal di asrama mahasiswa, mereka kebanyakan tinggal indekost di rumah-rumah penduduk, sehingga harus berinteraksi pula dengan lingkungan yang pada umumnya dari suku Jawa.

Toleransi tidak hanya dengan sesama bangsa Indonesia, tetapi juga dengan orang-orang berbeda bangsa dan negara. Sering dilakukan program pertukaran mahasiswa dengan "sister campus", misal Kwansei Gakuin di Jepang dengan program EASE-nya. 

Disini dilakukan pertukaran budaya, diskusi kemanusiaan dan tinggal di rumah keluarga-keluarga Jepang dan Indonesia secara bergantian. Juga banyaknya dosen-dosen expatriate menyebabkan mahasiswa harus sanggup bergaul dengan bangsa lain baik dalam proses belajar mengajar maupun bimbingan tugas akhir.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline