Dulu bila kita harus bertugas di Papua, yang dikawatirkan adalah terkena penyakit malaria, sehingga harus berbekal pil kina. Kini, bila kita ditugaskan di Papua yang dikawatirkan kondisi tidak aman, karena adanya serangan dari Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB), dulu disebut Organisasi Papua Merdeka (OPM) yang sering mengganggu keamanan dengan korban dari TNI/Polri maupun warga sipil. Tujuan KKB adalah memisahkan diri dari NKRI. Itulah sebabnya, anjungan Papua menegaskan dengan tagline "Papua Tanah Damai".
Saat ini, TMII hanya memiliki dua anjungan dua provinsi di Papua, yakni Papua dan Papua Barat. Padahal saat ini pulau Papua sudah berkembang menjadi enam provinsi, dengan tambahan provinsi Papua Pegunungan, Papua Selatan, Papua Tengah dan Papua Barat Daya.
Setelah mengunjungi anjungan provinsi Sumatera Barat, anjungan berikutnya yang kami kunjungi adalah anjungan Papua atau pavilion Papua. Di bagian depan, kami disambut dengan patung pria dan wanita Papua. Lalu kami memasuki salah satu rumah adat, yakni rumah Kariwari.
Anjungan Papua yang kami kunjungi adalah bangunan yang baru saja direvitalisasi.
Di rumah Kariwari, kami disambut Rachel, pemandu wisata lokal yang memiliki ayah orang Papua dan ibu Jawa.
Rumah Kariwari adalah rumah adat Tobati Enggros yang terdapat di teluk Youtefa dan danau Sentani. Bentuknya limas segi delapan. Merupakan tempat bermusyawarah, dan hanya khusus diperuntukkan bagi laki-laki. Di Papua terdapat sekitar 250 suku, bangunan rumah Kariwari ini terdiri tiga lantai.
Di dalam rumah Kariwari, kami menyaksikan aneka kerajinan dan pernak-pernik khas Papua. Seperti pakaian adat, patung Asmat, aneka senjata perang, perahu, komoditi yang sering dibarter, pakaian perang, alat musik tradisional, koteka, burung cendrawasih, dan patung upacara tradisional untuk memanggil arwah dan membuat tatto pada anak anak laki-laki yang dianggap sudah dewasa.