Berita yang dilansir oleh Imigrasi tentang adanya ribuan WNI yang beralih warganegara ke Singapura, bagi penulis tidak terlalu mengagetkan. Tentu ada hal yang kurang nyaman di Indonesia, hal ini harus menjadi evaluasi bagi Pemerintah.
Yang justru menjadi pertanyaan, mengapa pindahnya ke Singapura? Dari survei yang dilakukan terhadap warga pengungai (refugee), umumbya mereka pilih pindah ke Kanada atau Australia. Padahal Singapura bukanlah negara yang nyaman baik secara bisnis maupun kehidupan.
Banyak generasi muda di Singapura justru stress, apatis, egois dan meninggalkan tata krama leluhurnya. Hubungan kekerabatan juga sangat terpisah oleh jurang kehidupan yang cukup lebar.
Pernah pada awal tahun 1990-an disebutkan munculnya generasi kiasu, yang serba tidak mau kalah. Sikap tidak mau kalah bila bersifat positif itu baik, karena memacu orang untuk berprestasi. Namun sebaliknya, sifat ini justru tidak baik bila membuat seseorang harus menghalalkan segala cara guna tidak dapat dikalahkan.
Misal seseorang berhasil mendapatkan promosi menjadi manager, sikap kiasu membuat rekannya memacu prestasi agar dapat menjadi manager juga, ini yang positif. Negatifnya, bila rekannya bergosip tentang keburukan si manager, padahal cerita ini cerita bohong, hanya upaya untuk membuat citra manager itu jadi jelek. Karena rekannya merasa iri, karena kalah bersaing.
Sikap kiasu juga membuat seseorang menjadi konsumtif. Berani berhutang demi membeli sesuatu yang dapat menaikkan gengsinya. Sehingga orang berlomba-lomba untuk disebut 'the crazy rich', yang saat itu ditandai dengan 5C ( daCar, Condominium, Career, Creditn Company).
Persaingan di Singapura memang sangat ketat. Sehingga banyak orang menjadi gila kerja, sehingga mengorbankan hubungan kekeluargaan dengan isteri maupun anak-anaknya, orangtua, apalagi dengan tetangga.
Mungkin dipilihnya Singapura, karena budaya yang masih serumpun, juga secara geografis paling dekat. Jadi, bila merasa rindu ingin menengok kerabat atau keluarga masih dekat. Seperti halnya, orangtua lebih mudah merestui anaknya mengambil bea siswa pendidikan di Australia dibandingkan ke Amerika Serikat atau Eropa.
Harus dibuat studi yang komprehensif, dari ribuan WNI yang pindah warganegara itu siapa dan apa sebabnya.
Bisa saja WNI itu adalah golongan tertentu yang selama ini dipinggirkan, alias diperlakukan tidak adil dan selalu menjadi korban. Masih lekat dalam ingatan golongan tertentu betapa hukum tidak ditegakkan dengan tidak diusutnya tokoh dibalik peristiwa kelam yang pernah mencoreng wajah Indonesia.