Lihat ke Halaman Asli

Sutiono Gunadi

TERVERIFIKASI

Blogger

Meluruskan Mitos yang Terlanjur Keliru

Diperbarui: 3 November 2022   05:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto bersama (dok Ketapels)


kunjungan pertama kita adalah vihara Alokistesvara yang terletak di daerah Pecinan Banten Lama. Perjalanan cukup jauh dari stasiun Karangantu sehingga kita menggunakan bentor.

Menurut penulis, vihara Alokistesvara, lebih tepat disebut Klenteng, karena dibuka sepanjang hari dan terbuka untuk semua agama.Meski sejak maraknya pandemi Covid-19, sesuai himbauan Pemerintah, dilakukan pembatasan waktu berkunjung. Kini vihara dibuka jam 7.00 hingga 19 00 WIB dengan menerapkan 3M.

Untuk memasuki ruangan dalam vihara dan mendapatkan penjelasan dari pengelola vihara, rombongan sebaiknya mengajukan izin melalui surat tertulis. Meski tanpa bersurat sebelumnya, kita tetap diperkenalkan masuk ke halaman depan dan belakang vihara. 

Di dalam kompleks vihara ini, terdapat juga krematorium dan tempat penginapan. Tempat penginapan ini gratis dan malah mendapatkan makan. Namun sekarang hanya dibatasi bagi mereka yang ingin mengadakan peneliitian saja.

Di halaman belakang juga terdapat area makan dan beristirahat untuk tamu dengan suasana yang teduh, karena banyaknya phon-pohon besar.

Beruntunglah meski kita tidak bersurat, pengelola vihara, A Thay berkenan memberikan penjelasan kepada kita.

Menurut penjelasan A Thay vihara ini dibangun pada tahun 1652 oleh putri Hong Tien, yang menikah dengan Syarif Hidayatulah, yang akhirnya memboyongnya ke Cirebon.

Jadi informasi yang salah, bila dikatakan vihara ini dibangun oleh orang Islam. Vihara ini dibangun oleh orang Tionghoa beragama Budha, sedang orang Islam membangun masjid Pacinan Tinggi.

Vihara ini menjadi terkenal, karena pada abad 17 daerah Banten mengalami pandemi. Saat itu patung Dewi Kwan Iem diarak keliling daerah dan berhasil menyembuhkan warga. Lalu pihak vihara dihadiahi tanah sehingga area vihara ini bertambah luas. Vihara ini juga terkenal akibat tidak tersentuh tsunami akibat letusan gunung Krakatau.

Vihara ini bebas dikunjungi oleh semua orang, tanpa membedakan agama. Dengan syarat tidak merusak dan melakukan tindakan asusila. Untuk mencegah tindakan yang dilarang, vihara ini dipantau dengan CCTV.

Makan siang (dok Ketapels)

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline