Ketika bongkar-bongkar file lama, kutemukan catatan perjalananku ke Banda Aceh, tepatnya setelah bencana tsunami sirna. Saya memang beberapa kali ke Banda Aceh, baik sebelum maupun paska tsunami.
Menggunakan transportasi pesawat udara, tibalah di Bandara Internasional Sultan Iskandar Muda. Dalam perjalanan menuju hotel, sempat mampir di Kuburan Masal Siron tempat dimakamkan 46.700 jiwa korban keganasan bencana alam tsunami pada 26 Desember 2004.
Makan siang sengaja memilih kuliner khas Aceh Besar, yakni ayam dan temurui atau yang biasa dikenal dengan istilah ayam tangkap yang menggunakan herba khas daun temurui / daun kari / salam koja dan pandan, serta kuah blangong / kari kambing khas Aceh, daging bakar , serta kuah pliu dengan aromanya yang khas. Menu lainnya adalah Ayam Tumurui atau Manuk Tumurui, Kari Ikan, dan Ikan Kayu, ikan tongkol yang dikeringkan, yang nama aslinya Kemamah. Sebagai minuman penurun kolesterol disajikan es timun serut yang segar.
Lalu sempat mengunjungi kuburan massal ke dua di Meuraksa yang juga merupakan kuburan massal korban tsunami yang telah dipugar oleh UNDP.
Sehabis makan siang, rasanya kurang nendang tanpa menyesap kopi Aceh yang terkenal, masuklah ke Keude Kupi, untuk menyesap aneka racikan kupi, dari kupi hitam sampai kupi sanger, hingga sempat bersosialisasi dengan warga Aceh atau lokal.
Selesai makan siang, mengunjungi Museum Tsunami dan Kuburan Belanda (kerkhoff) dan sempat ketemu dengan Ridwan Kamil (sekarang Gubernur Jawa Barat) sang perancang museum.
Lalu mengunjungi Rumah Adat Aceh, dimana terdapat 23 bangunan rumah adat yang mewakili tiap Kabupaten / Kota. Di provinsi DI Aceh terdapat 20 Kabupaten dan 3 Kota.
Sebelum makan malam, sempat mampir untuk mencicipi nasi kari itik dari Bireun yang sangat empuk dengan bumbu karinya yang sedap.
Makan malam dengan
Sate Matang, tepatnya dari daerah Matang Geulumpang Dua yang terdapat di Kabupaten Bireun. Lalu mencicipi
Nasi Kuning Pak Rasyid salah satu nasi kuning papan atas nusantara, yang terkenal dengan rempahnya seperti kapulaga dan daun kari membuatnya berbeda, dimakan dengan dendeng aceh atau ikan rambeu masak pedas.
Hari kedua, mengunjungi situs peringatan bencana tsunami Perahu Diatas Rumah di daerah Lampulo. Perahu ini terdampar diatas rumah dan berhasil menyelamatkan 59 orang meski setelah air surut sempat ditunggui seekor buaya. Perahu diatas rumah ini kini diabadikan menjadi situs peringatan pernah terjadinya bencana alam hebat di bumi Aceh. Juga mampir ke Makam Sultan Iskandar Muda, Taman Putro Phang, Gunongan, pesawat RI001 Seulawah, museum Aceh, museum Cut Nyak Dhin, situs kapal apung PLTD serta mengunjungi masjid. Terakhir, mampir ke Pantai Lhok Nga sambil minum air kelapa segar. Menikmati sunset di Pantai Lampuuk.
Kulinernya mencicipi nasi gurih, yang masih sepupu dengan nasi uduk dengan rempah lokal yang khas, dimakan dengan sayur tauco dan berbagai pilihan lauk, dendeng, gulai korma, dan masih banyak lainnya. Mencoba
seafood, kue-kue Aceh, mie Aceh, dan ngupi tentunya.