Pernahkah Anda pergi ke bank konvensional untuk suatu urusan sederhana? Selain harus antre yang cukup panjang, juga menunggu hampir 1 jam untuk menunggu karena petugas layanan pelanggan sedang bertugas melayani nasabah lain.
Kini semua serba digital, dari mulai pesan ojek hingga pesan makan siang. Apalagi kini pandemi sedang melanda dunia, orang takut ke mall dan mulai membiasakan belanja secara daring melalui market place.
Dulu, sebelum pandemi, gerai-gerai kopi dan teh berlomba memberikan potongan melalui cashback bila Anda membayar dengan uang elektronik.
Sekarangpun saat pandemi, saat Anda sedang galau karena harus antre berkepanjangan, petugas bank dengan ramah, menanyakan apakah membawa gawai? Bila Anda membawa gawai, spontan petugas bank akan menawarkan konsep baru yang dikeluarkan oleh bank tersebut yaitu bank digital.
Tanpa buku, tanpa pendataan manual, semua hanya dilakukan dengan gawai dan jari. Petugas bank menjanjikan bila Anda memiliki rekening di bank digital maka Anda dijamin tidak perlu antre. Semua kesulitan dan masalah perbankan diselesaikan melalui gawai.
Bahkan untuk transfer antar bank dibebaskan dari biaya transfer meski transfer ke bank lain. Mau buka deposito juga bisa dilakukan via gawai. Pokoknya segala macam kemudahan akan Anda miliki. Transaksi perbankan yang dulu rumit, kini dapat dilakukan dimana saja dengan mudah.
Apakah ini sebuah solusi atau disrupsi?
Bagi nasabah bank, ditawarkannya bank digital tentu memberikan kemudahan. Tapi sampai dimanakah bank dapat membentengi keselamatan nasabahnya dari para cracker yang selalu mengancam keselamatan data yang bisa diterobos secara elekttonik?
Namun sadarkah Anda bahwa kadang layanan pelanggan bank digital yang diperankan oleh mesin Artificial Intelligence sangat menjengkelkan karena tidak bisa memahami pertanyaan dengan baik dan asal menjawab?
Tentu ini amat berbeda, tidak sebijak layanan pelanggan saat dilakukan oleh manusia. Apakah ini sebuah solusi atau kemunduran?