Lihat ke Halaman Asli

Sutiono Gunadi

TERVERIFIKASI

Blogger

"Cancel Culture" Jangan Jadi Pengadilan Kedua

Diperbarui: 9 September 2021   12:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Media sosial saat ini begitu digandrungi banyak orang. Selain bermanfaat untuk mengekspresikan diri, namun media sosial juga bisa untuk menghakimi seseorang yang dinilai telah berbuat salah. Meski tidak aktif mengunggah konten, paling tidak seseorang secara aktif melihatnya.

Media penyampaiannya berbeda-beda, dari yang paling sederhana berupa cuitan untuk mengungkapkan emosi, digunakanlah Twitter. Bila pengungkapan ingin berupa gambar atau foto, bisa dipilih Instagram. 

Bila menghendaki berupa video, dapat digunakan Youtube. Sedangkan yang paling banyak digunakan untuk berinteraksi dengan teman atau komunitas, digunakan WhatsApp atau Telegram. Untuk saling berinteraksi dengan teman-teman lama, banyak yang memanfaatkan FaceBook.

Karena media sosial ini dapat diakses oleh banyak orang, akibatnya tergolong ranah publik, dan bukan ranah pribadi lagi. Bila ada konten unggahan Anda yang tidak disetujui orang, para pengguna media sosial, warganet atau yang sering disebut netizen, bisa saja langsung menyerang Anda.

Setelah terjadi perselisihan yang memanas, bisa mengarah pada yang disebut "doxxing" dan "cancel culture". 

"Doxxing" merupakan sebuah upaya berbasis internet untuk menyebarkan informasi pribadi seseorang yang bertujuan untuk menjatuhkan citra orang tersebut. Informasi pribadi tersebut bisa saja didapatkan dari media sosial maupun jejak digital. 

Lalu budaya "doxxing" ini masih diikuti oleh upaya penghakiman yang dikenal dengan sebutan "cancel culture" (budaya pengenyahan).

Budaya pengenyahan adalah sebuah bentuk upaya mengeluarkan seseorang dari lingkaran sosial atau profesional baik secara daring di media sosial, di dunia nyata, atau keduanya. Orang yang menjadi subjek dianggap "dienyahkan".

"Doxxing" dan "cancel culture" biasanya bermula dari suatu perdebatan daring, masing-masing pihak beradu opini. Namun serangan ini kadang mengarah ke arah pribadi, tidak sekedar adu argumentasi saja. Data pribadi ini bisa mengarah SARA, profesi, latar belakang pendidikan dan keluarga.

Warganet yang berseteru ini lalu mulai menghimpun dukungan dari warganet lainnya guna melancarkan budaya pengenyahan terhadap seseorang yang opininya tidak disukai. Biasanya dilakukan dengan mengungkapkan kalimat, "You're canceled," artinya seseorang sudah dienyahkan dan opininya dianggap tidak layak untuk didengar atau dibaca.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline