Meski uang saya tidak banyak, saya dan adik sudah diajarkan untuk menabung sejak masih kecil. Saya masih ingat saat bersama adik diajak ibu saya ke Bank. Saya juga mendapat pelajaran agar jangan meletakkan telur pada satu keranjang, artinya jangan menyimpan seluruh tabungan pada satu bank. Meski masih di endorse oleh ibu saya, kami sudah diajarkan untuk memiliki tabungan. Oleh pegawai bank kami disarankan membuka tabungan Tabanas (Tabungan Pembangunan Nasional).
Saya masih ingat, saat itu juga ada tabungan Taska, tapi saya sudah lupa apa argumen pegawai bank lebih menyarankan membuka Tabanas. Kami membuka tabungan di dua bank plat merah atau bank nasional, supaya uang kami yang tidak terlalu banyak cukup aman., karena dijamin oleh Pemerintah RI. Bank yang kami pilih adalah Bank Dagang Negara (BDN) dan Bank BNI 1946. Hingga saya duduk di perguruan tinggi, saya masih tetap menabung di kedua bank plat merah tersebut.
Bahkan uang yang saya dapatkan dari program bea siswa, saya tabung di Tabanas juga.
Ketika saya mendapatkan kesempatan untuk kerja praktek pada sebuah perusahaan multinasional di Australia saya juga dibantu pegawai bank untuk mendapatkan penukaran valuta asing berupa dollar Australia, Upah hasil kerja menjadi asisten dosen juga selalu saya tabung di Tabanas.
Setelah saya lulus dari perguruan tinggi, dan mulai bekerja di Jakarta, saya juga selalu menabung di Tabanas, dan setelah terkumpul jumlah minimum guna membuka deposito, saya mulai mengenal deposito.
Seingat saya, waktu itu pegawai bank yang menyarankan bahwa menabng di deposito lebih sulit diambil karena ada jatuh temponya beda dengan Tabanas yang bisa diambil setiap saat.
Keuntungan lainnnya adalah tingkat suku bunga deposito lebih tinggi darpadai suku bunga Tabanas. Saat itu belum ada internet, sehingga informasi perbankan sangat terbatas.
Untunglah pegawai bank BDN dan BNi cukup ramah dan sabar memberikan informasi. Berbeda dengan saat ini yang mendapat layanan prima hanya mereka yzng tergolong nasabah prioritas.
Saat saya masuk ke sebuah perusahaan yang cukup besar, upah bulanan dibayarkan melalui bank, dan perusahaan menentukan pengiriman upah dibayarkan melalui pengkreditan di Bank Ekspor Impor Indonesia (Bank Exim), maka terpaksa saya harus membuka tabungan baru lagi. Namun saat saya meninggalkan perusahaan ini, saya menutup tabungan di Bank Exim tersebut.
Saya cukup puas bertransaksi di bank nasional plat merah, sehingga saat bank-bank Pemerintah merger, saya masih menjadi nasabah Bank Mandiri. Bank Mandiri adalah merger dari Bank Dagang Negara, Bank Bumi Daya, Bank Pembangunan Indonesia (Bapindo) dan Bank Exim.