Lihat ke Halaman Asli

Sutiono Gunadi

TERVERIFIKASI

Blogger

Hendrawan Supratikno, "Perkawanan yang Menyemaikan"

Diperbarui: 4 Oktober 2020   14:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Perkawan Yang Menyemaikan (dokpri)

Kemarin malam, hari Sabtu akhir pekan, 3 Oktober 2020 Ikasatya (Ikatan Alumni Satya Wacana) Jabodetabek nekad mengadakan webinar. Persertanya lumayan 150 lebih, ini dimungkinkan gara-gara pandemi Covid-19 sehingga banyak alumni yang betah tinggal di rumah.

Webinar yang diadakan melalui laman aplikasi Zoom ini membedah sebuah buku obituari tulisan Prof. Hendrawan Supratikno. Buku yang ditulis saat PSBB ini diterbitkan oleh penerbit KKK Kosakatakita membahas perkawanan penulis dengan 12 orang yang dianggap telah mempengaruhi  jalan hidupnya, ada politisi, budayawan, sosiolog, akademisi dan keluarga.

Ke 12 tokoh yang kini sudah meninggal dunia tersebut adalah Taufik Kiemas (politisi), Thee Kian Wie (ekonom), Darmanto Jatman (budayawan), Hartono ( tokoh Tionghoa ), Batara Simatupang (ekonom) dan Prasetya Budiawan (mentor keluarga) dari luar kampus UKSW dan Arif Budiman (sosiolog), George Junus Aditjondro (sosiolog), Marthen Ndoen (ekonom), Konta Intan Damanik (ekonom), Stephen Kakisina (ekonom)  Piet Rietveld (ekonom Vrije Universitiet Amsterdam) yang terkait dengan kampus UKSW.

Buku ini menceritakan transformasi seorang Hendrawan Supratikno dari seorang akademisi (ekonom) - knowledge making  ke politisi - policy making, dan merupakan refleksi perjalanan hidup dari seorang qudraple minority (keturunan Tionghoa, Kristen, bukan berasal dari dapil Batang - kelahiran Cilacap dan sudah terlalu berumur menapaki dunia politik). 

Buku ini ditulis untuk didekasikan pada almarhumah isterinya, Juliana Kalilena, seorang wanita asal Sabu - Timor, temannya berkeluh kesah sejak di asrama mahasiswa.

Buku ini bercerita tentang kekuatan sebuah perkawanan (The Power of Friendship). Dan terbentuknya dua paradigma, paradigma keilmuan (Merton) dan paradigma kekuasaan (Thucydodes dan Machiavelli). Juga terjadinya migrasi profesi dan kompetensi.

Hendrawan yang masuk Fakultas Ekonomi UKSW tahun 1978 berhasil lulus S1. Karena hobinya menulis dan pengalamannya mengelola koran kampus "Gita Mahasiswa" maka setelah lulus ia direkomendasikan oleh Arif Budiman untuk menjadi wartawan majalah Tempo, seperti rekannya Bre Redana yang direkomendasikan menjadi wartawan Kompas. 

Saat ia akan ke Jakarta, ia dicegah oleh rektor UKSW saat itu John Ihalauw dan dilamar untuk menjadi dosen. Padahal waktu itu masa perkuliahan sudah dimulai jadi otomatis ia menganggur. 

Beruntunglah muncul program studi lanjut untuk meraih gelar S2 di Leuven Belanda. Gelar S3 diperoleh dari Vrije Universitiet Amsterdam dan gelar profesor termuda diperoleh dari Universitas Kristen Satya Wacana.

Hendrawan pernah cuti mengajar di Salatiga lalu hijrah ke Jakarta dan mengajar di Institut Bisnis Indonesia. Di Jakarta inilah ia berkenalan dengan mentor politiknya Taufik Kiemas hingga hampir setiap malam belajar politik di jalan Teuku Umar.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline