Kejadian munculnya semburan lumpur di kawasan Kesatuan Pemangku Hutan (KPH) Randublatung, Kesongo, Kabupaten Blora pada akhir bulan Agustus 2020 langsung mengingatkan kita pada bencana Lula (Lumpur Lapindo) yang diawali dengan banjir lumpur yang telah menenggelamkan tanah pertanian, industri dan rumah penduduk tiga kecamatan di daerah Porong, Sidoarjo, Jawa Timur pada Mei 2006 yang lalu.
Perusahaan yang mengelola kawasan di Sidoarjo adalah PT. Lapindo Brantas, sedangkan perusahaan yang mengelola kawasan Kesongo di Blora adalah PT Pertamina Pertagas.
Daerah Sidoarjo dan Blora sama-sama dikenal sebagai daerah cekungan minyak bumi, bedanya PT Lapindo Brantas akan melakukan pemasangan pipa untuk explorasi minyak bumi sedangkan PT Pertamina Pertagas sedang melakukan pengujian atas pemasangan pipa gas.
Menurut ahli geologi, peristiwa semburan lumpur di Blora disebabkan oleh peristiwa alam semburan lumpur ( mud volcano) jadi bukan oleh kesalahan pemasangan pipa gas oleh PT Pertamina Pertagas, jadi diharapkan peristiwa semburan lumpur ini tidak akan separah Lula.
Gejala semburan lumpur adalah sebuah peristiwa alam seperti halnya letusan gunung berapi, bedanya disini bukannya lahar melainkan air, gas, panas dan debu yang mencari jalan keluar dan terjadilah semburan lumpur.
Peristiwa alam berupa semburan lumpur di Kesongo, Kabupaten Blora ini sudah pernah terjadi pada tahun 2013. Yang berbahaya sebenarnya gas beracun yang muncul bersama semburan lumpur bila terhirup oleh penduduk.
Itulah sebabnya tempat lokasi kejadian dinyatakan sebagai kawasan tertutup, meski banyak orang berdatangan untuk selfie di dekat area penyemburan lumpur. Sangat berbahaya bagi penduduk atau pendatang bila menghirup gas beracun.
Sebaiknya Pemerintah lebih tegas, bencana alam ini bukan tontonan atau tempat rekreasi, namun area berbahaya. Jadi waspadalah!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H