Lihat ke Halaman Asli

Sutiono Gunadi

TERVERIFIKASI

Blogger

Limbah Elektronik Sudah Saatnya Dibidik

Diperbarui: 6 Agustus 2019   14:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Limbah Elektronik (sumber: acs.org)

Selama ini gaung paling riuh adalah guna mencegah limbah plastik. Mulai dari aksi menolak sedotan plastik pada minuman hingga menghimbau pebelanja di pasar modern untuk membawa sendiri kantong belanja.

Meski limbah elektronik tidak sesulit limbah plastik yang jauh lebih sulit dan lama diuraikan, namun limbah elektronik (e-waste) tergolong limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun). Ironisnya, limbah elektronik sering dimusnahkan dengan cara dibakar, padahal asapnya mengandung racun yang dapat mengganggu kesehatan masyarakat, salah satunya menjadi penyebab kanker.

Limbah Elektronik di Asia Tenggara
Sejak Pemerintah Tiongkok melakukan pelarangan impor limbah elektronik, maka Asia Tenggara menjadi lokasi baru tempat pembuangan limbah elektronik dunia.

Sejalan dengan berkembangnya peranti IoT (Internet of Things), peranti yang dapat dipakai (wearable) dan gawai yang dengan cepat memasuki kantor dan rumah Anda, sebuah tsunami limbah elektronik siap menghunjam Asia Tenggara. Meski Asia hanya memproduksi 41% limbah elektronik dunia, namun limbah elektronik dari dunia Barat dipastikan menambah beban limbah elektronik ke Asia, sehingga dipastikan 93% limbah elektronik dunia tertimbun di Asia.

Siapa yang bersalah? Tingginya permintaan konsumen akan gawai baru, akibatnya perusahaan pembuat gawai memproduksi gawai dengan umur produk yang lebih pendek agar meningkatkan keuntungan guna mengatasi penjualan yang lamban di pasaran. 

Apakah perusahaan pembuat gawai ini bertanggung jawab terhadap limbah elektronik yang muncul? Hampir semua perusahaan elektronik belum mau atau pura-pura tidak tahu tentang menggunungnya limbah elektronik, padahal pada teori industri seharusnya mereka peduli pada Corporate Social Responsibility.

Limbah Elektronik di Indonesia
Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sudah berjuang keras guna mengatasi menggunungnya limbah elektronik. Ditambah ditemukannya realitas penghancuran atau pemusnahan limbah elektronik di sektor informal yang bekerja dengan kondisi berbahaya, yakni dengan membakar limbah elektronik sehingga membahayakan lingkungan masyarakat yang menghirup udara penuh racun.

Sektor informal sering terpengaruh berita-berita bombastis bahwa limbah elektronik menghasilkan emas, itulah sebabnya mereka berani mempertaruhkan nyawa guna berburu emas. 

Padahal tidak semua limbah elektronik mengandung unsur emas, hanya papan rangkaian tercetak (printed circuit board - PCB) yang memerlukan unsur koneksi yang bagus, seperti prosesor, kartu antar muka (interface) yang ada kandungan emasnya dengan prosentase kecil. PCB lainnya hampir dipastikan tidak memiliki kandungan emas, setelah diproses dengan benar dan sesuai regulasi dengan e-waste Recovery System, hanya menghasilkan konsentrat tembaga (copper) dan fiber.

Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta dan beberapa perguruan tinggi di Jakarta sudah mulai menyebarkan e-waste drop box yang ditempatkan di lokasi strategis guna menampung limbah elektronik dari gawai bekas. Bahkan ada kampus yang dosennya peduli lingkungan memberikan nilai tambah bagi mahasiswanya yang membuang limbah elektronik pada e-waste drop box yang ditempatkan di kampusnya.

e-waste Drop Box (sumber: thebetterindia.com)

Nah, coba Anda tengok sudut-sudut di rumah Anda, atau gudang di rumah Anda atau kantor Anda, bila ditemukan limbah elektronik buanglah pada lokasi yang sesuai yang bertanda B3. Kalau bukan Anda yang mulai peduli, siapa lagi yang akan peduli pada limbah elektronik.
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline