Jepang memang beda dengan Indonesia, di Indonesia di beberapa kota bahkan untuk mencari sekaleng bir saja sulit, karena ada larangan dari Pemerintah Kota atau Pemerintah Kabupatennya. Sering kali untuk menghilangkan kerinduan untuk menenggak segelas bir, harus mengunjungi bar yang ada di sebuah hotel, yang kebetulan memiliki izin khusus untuk memasarkan minuman beralkohol.
Di Jepang minum alkohol sudah merupakan ritual budaya, yang disebut bonnenkai. Dalam menjalankan ritual bonnenkai, warga Jepang tidak sekedar membeli minuman, menenggaknya sampai habis lalu pulang setelah puas menikmati minuman. Warga Jepang senang berpindah lokasi tempat atau kedai minum, mereka mencari kedai minum baru untuk melanjutkan kegiatannya. Rata-rata warga Jepang mampu mengunjungi paling tidak tiga kedai minum dalam satu malam. Akibatnya, mereka pulang ke rumah dalam keadaan mabuk berat.
Jadi tidak heran, bila di Jepang, Anda menemukan orang mabuk yang terkapar tertidur di stasiun atau di depan toko, ada yang muntah-muntah, ada yang berteriak-teriak sehingga mengganggu ketenangan warga lainnya. Hal ini sangat berbeda saat Anda berkenalan dengan orang Jepang pada acara resmi, mereka selalu tampak pendiam, sopan dan tertib. Begitu sudah mabuk, semuanya terbalik 180 derajat, sirna sudah gambaran positif mengenai warga Jepang.
Pemerintah Jepang memberikan izin batasan usia 20 tahun bagi seseorang untuk boleh meminum minuman beralkohol. Minum bersama teman, baik teman kuliah, teman bisnis maupun teman kerja adalah budaya, sehingga bila Anda ingin akrab atau masuk dalam inner circle dengan orang Jepang, Anda harus siap untuk menenggak puluhan gelas minuman beralkohol.
Sepulang kerja banyak karyawan yang menghabiskan waktu untuk minum-minum bersama teman-temannya, khususnya saat akhir pekan. Kadang-kadang mereka minum sampai mabuk dan tidak sanggup berjalan tegap lagi, serta sambil meracau tidak karuan. Di kereta api malam hari, sangat mudah menemukan aroma mulut berbau alkohol. Uniknya meski mabuk, mereka jarang sekali berbuat onar di ruang publik.
Budaya minum-minum ini meningkat menjelang akhir tahun. Konon ini dilakukan untuk melupakan segala kepedihan dan kesulitan dalam tahun yang baru mereka jalani. Salah satu penanda dimulainya musim minum bonnenkai di akhir tahun adalah antrian di toilet-toilet umum yang panjang. Konon antrian bisa sampai mengular keluar toilet. Sebagian karena mereka bukan hanya buang air kecil, tetapi sekaligus muntah-muntah akibat kebanyakan minum. Nah yang paling banyak adalah orang-orang yang sudah mabuk dan hanya berdiri lama di depan urinoir, mereka tidak sadar prosesi buang air sudah selesai.
Musium Bir
Untuk lebih mengenal dan memahami budaya minum di Jepang, Anda dapat mengunjungi musium bir yang terletak di tengah kota Sapporo. Di musium itu diceritakan bagaimana awal mula berdirinya perusahaan bir, perkembangannya, diprivatisasi menjadi perusahaan swasta sampai bermetamorfosa menjadi perusahaan multi nasional kelas dunia. Sesudah tour di dalam museum bir, Anda akan mendapat sajian 6 gelas bir Sapporo dalam berbagai varian. Bagi Anda yang belum terbiasa minum alkohol, tentu sangat berat untuk menghabiskan ke 6 gelas bir tersebut. Bisa mabuk, jalan sempoyongan dan meracau sembarangan.
Sebaiknya tidak perlu dihabiskan, cukup Anda mencicipi seperlunya, sebagai pengalaman bahwa Anda sudah pernah menikmati aneka varian bir Jepang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H