Saat saya ditugaskan untuk memimpin sebuah cabang perusahaan di kabupaten Majalengka, Provinsi Jawa Barat beberapa tahun yang lalu, langkah yang pertama kali saya lakukan adalah berkenalan dengan tokoh-tokoh Pemerintahan Daerah, dari mulai tingkat Kelurahan, Kecamatan hingga Kabupaten. Selain dengan aparat sipil, tentunya juga dengan aparat Kepolisian setingkat Polsek dan Polres serta Ramil.
Hubungan komunikasi yang paling intens tentunya dengan aparat sipil dalam hal ini kepala Kelurahan, yang disana dipanggil dengan istilah Kuwu. Kebetulan lokasi kantor kami terletak berdekatan dengan tiga Kelurahan, sehingga demi keadilan, maka saya juga harus melakukan pendekatan dengan ke tiga Kuwu.
Langkah pertama yang saya lakukan adalah memberikan kesempatan kepada warga desa untuk dapat menjadi karyawan di perusahaan kami, baik bersifat karyawan dengan Perjanjian Kerja Waktu Terbatas (PKWT) maupun karyawan honorer.
Karyawan dengan PKWT biasanya mendapatkan kontrak kerja antara 6-12 bulan, bila bagus dapat diperpanjang hingga 2 tahun, setelah itu bila dipandang berprestasi dapat diusulkan untuk menjadi karyawan tetap. Sedangkan karyawan honorer, kami rekrut bila terjadi lonjakan volume kerja, sehingga diperlukan tenaga bantuan guna menyelesaikan pekerjaan tepat pada waktunya.
Cara bekerja sama dengan ke tiga Kuwu, saya minta pada Kuwu untuk menyediakan persediaan calon karyawan, jadi bila sewaktu-waktu perusahaan membutuhkan karyawan baru, saya dengan mudah menghubungi Kuwu dan Kuwu segera memberikan informasi kepada warganya untuk segera mengirimkan surat lamaran kerja. Dengan cara begini, kami secara tidak langsung sudah memberikan lapangan pekerjaan kepada lingkungan dimana perusahaan beroperasi.
Selain bekerja sama dalam perekrutan tenaga kerja, kami juga mengembangkan program CSR (Corporate Social Responsibility). Kami merancang CSR berupa bantuan langsung maupun bantuan berkelanjutan. Yang sifatnya bantuan langsung dapat berupa sumbangan dana maupun sumbangan bahan bangunan, misalnya untuk pembangunan masjid, mushola, renovasi rumah kumuh, bantuan sembako dan lain-lain.
Kalau bantuan langsung lebih bersifat memberikan "ikan", maka yang sifatnya berkelanjutan, kami lebih mengarahkan kepada pendidikan keterampilan atau memberikan "kail" kepada warga desa.
Memberikan "Ikan"
Salah satu contoh kegiatan bantuan langsung adalah melakukan Bakti Sosial pada bulan Ramadhan, sudah menjadi rahasia umum, bahwa harga kebutuhan pokok menjelang hari raya Lebaran naik semua, dan yang paling menderita adalah warga yang tergolong kurang mampu. Maka kami menghubungi Kuwu untuk mendata warganya yang dapat digolongkan warga kurang mampu. Kami mencanangkan pembagian sembako tiap bulan Ramadhan, dengan memagikan 25 paket tiap Kelurahan.
Pada H-7 menjelang hari raya Lebaran, kami berbelanja sembako seperti beras, minyak goreng, gula, kopi, teh, kecap, susu instan dan mie instan. Lalu mengemasnya dalam paket-paket yang siap untuk dibagikan. Sehari sebelumnya, Kuwu kami minta untuk membagikan kupon dan mengundang warga yang kurang mampu untuk datang ke Balai Desa untuk menerima pembagian sembako.
Saat pelaksanaan pembagian sembako, kami ikut bergembira karena kami dapat menyaksikan wajah-wajah renta yang mampu menampakkan senyum. Tentunya mereka dapat tersenyum, karena mereka akan dapat ikut merayakan Lebaran dengan sudah tersedianya sembako yang diterimanya.