Glodok atau yang dikenal sebagai kawasan pecinan atau chinatown-nya kota Jakarta selalu macet dan ramai. Selain terkenal karena pertokoan elektronik, kawasan ini juga menyimpan aneka kuliner yang eksotis, baik bahan baku maupun makanan matang.
Jakarta Food Traveler, sekelompok orang yang gemar menikmati makanan enak bergabung dalam trip Glodok. Glodok dipilih karena memiliki banyak sekali tempat kuliner. Sebagai titik kumpul dipilih Sevel Hotel Novotel Jakarta Gajah Mada, setelah semua peserta berkumpul, kami menikmati keindahan Gedung Candra Naya. Salah satu cagar budaya bekas rumah kediaman walikota tempo dulu di kota Jakarta ini, yang kini dikelola oleh manajemen hotel Novotel.
Candra Naya merupakan salah satu gedung kuno dengan arsitektur Tiongkok yang masih dipertahankan hingga sekarang, ditengah-tengah rimba gedung pencakar langit Jakarta. Di dalam gedung ini terdapat sebuah taman yang indah, pada salah satu ruangan, terdapat pigura berisikan karakter-karakter dalam drama Tiongkok (Opera Beijing). Di samping gedung Candra Naya kini terdapat penjual kuliner yang siap memanjakan lidah Anda.
Dari Glodok City ke Petak Sembilan
Kami menyusuri Glodok City Plaza, kawasan yang telah dibangun kembali setelah luluh lantak akibat peristiwa politik di 1998. Di bagian basement terdapat pedagang manisan khas Tionghoa, juga pedagang sirip ikan hiu dan tripang. Sirip ikan hiu sebagai bahan baku makanan hisit, sedangkan tripang sebagai bahan baku haysom. Kedua makanan ini termasuk santapan mewah yang harus dibayar mahal, karena harga bahan bakunya juga mahal.
Kamipun tiba di pasar Petak Sembilan, pasar basah yang sempit namun sangat lengkap. Selain daging sapi dan ayam, ada los khusus tempat menjual daging babi. Berikutnya, Anda dapat menemukan pedagang bulus, katak / kodok, udang, tripang, ikan dan lain-lain. Tercium bau anyir darah dan terlihat disana-sini tetesan darah hewan, meski belum seseram pemandangan di Pasar Tomohon, Sulawesi Utara.
Di ujung Petak Sembilan terdapat Klenteng Kwan Iem yang merupakan klenteng tertua di kawasan Glodok. Kini klenteng dikelola oleh Yayasan Dharma Bhakti. Meski berkali-kali terbakar, patung utama klenteng ini selalu aman. Klenteng ini selalu penuh dengan orang sembahyang dan pengemis di saat hari raya Imlek. Ciri khas klenteng ini terdapat barisan lilin besar berwarna merah di kiri kanan patung dewa. Klenteng ini juga menunjukkan kerukunan beragama, karena mempekerjakan karyawan yang membungkus hio dan lilin dari agama lain, mereka sudah bekerja puluhan tahun. Disamping klenteng ini, di jalan Toasebio terdapat dua klenteng kecil lain yang cukup tua juga.
Gereja Berarsitektur Tiongkok
Salah satu gereja dengan arsitektur Tiongkok dapat ditemui di jalan Toasebio (kini Jl. Kemenangan). Gereja Santa Maria de Fatima merupakan tempat pelarian pastor Portugis dari Malaka yang lalu menyebarkan agama Katolik di Indonesia.
Perjalanan dilanjutkan menuju gang Kali Mati di ujung gang ini berdiam seorang tokoh kaligrafi Tionghoa. Gang Kali Mati merupakan pusat kuliner di kawasan Glodok. Bagi penyantap makanan halal, patut berhati-hati dan menanyakan terlebih dulu kepada penjual, apakah makanan tersebut mengandung babi atau tidak.
Beberapa tempat kuliner yang termasuk halal, diantaranya pia Lao Beijing yang dipanggang langsung di depan Anda, Warung Vegetarian dimana Anda dapat menikmati "babi merah" dari bahan gluten atau rendang sapi dari jamur. Ada juga Bakmi Belitung, lalu menyeberang jalan terdapat rumah makan Ayam Kalasan yang menjual Rujak Shanghai dan minuman Sarsaparila lokal dengan merek "Badak". Makanan dan minuman yang jarang ditemukan, kecuali di Glodok.