Anda seorang lelaki dewasa ? Baik yang sudah menikah maupun masih lajang, cobalah introspeksi diri. Apakah selama ini Anda banyak melakukan perilaku yang beresiko tertular HIV / AIDS ? Misalnya, Anda sering pergi ke klub malam / diskotek / pub, ke panti pijat plus-plus, melakukan hubungan seksual di luar nikah, melakukan perbuatan zina, pergi ke kompleks pelacuran, melakukan seks bebas, selingkuh dengan mantan pacar atau dengan wanita mana saja, bermain cinta dengan ABG atau ayam kampus, melakukan seks oral dan anal, melakukan hubungan seks dengan waria, menggunakan narkoba yang menggunakan jarum suntik bersama-sama, mendapatkan tindakan tusuk jarum, menindik atau melakukan tattoo dengan jarum yang tidak disterilkan. Apalagi bila hubungan seksual, Anda lakukan tanpa menggunakan kondom. Bila salah satu dari perilaku diatas ada yang pernah Anda lakukan, maka Anda sebaiknya segera melakukan tes HIV dan konseling, agar Anda tidak menulari isteri Anda atau pacar resmi Anda. HIV dapat ditularkan kepada orang lain melalui hubungan seks tanpa menggunakan kondom, sehingga memungkinkan cairan air mani atau cairan vagina yang mengandung virus HIV masuk ke dalam tubuh pasangan Anda, atau melalui pemakaian alat suntik yang sudah tercemar HIV, yang digunakan bergantian tanpa disterilkan terlebih dulu, khususnya terjadi pada pemakaian bersama alat suntik di kalangan pengguna narkoba suntik. Infeksi Menular Seksual (IMS) adalah infeksi yang ditularkan melalui hubungan seksual baik melalui vagina, anus atau mulut. Orang yang mengidap IMS memiliki risiko yang lebih besar untuk terinfeksi HIV. Luka pada alat kelamin karena adanya IMS dapat mempermudah seseorang tertular HIV saat berhubungan seks tanpa kondom. Yang dapat digolongkan penyakit IMS adalah sifilis, kencing nanah (gonore), klamidia, herpes genitalis, infeksi trikomunas dan kutil kelamin. Untuk mendeteksi gejala penyakit IMS, perhatikan gejala seperti keluarnya sekret atau nanah dari penis / vagina / anus, nyeri atau terasa panas waktu buang air kecil, adanya benjolan, bintil atau luka pada penis / vagina / anus / mulut, pembengkakan di pangkal paha, pendarahan setelah berhubungan seks, nyeri pada perut bawah bagi wanita atau nyeri pada buah pelir bagi lelaki. Ketika informasi HIV/AIDS belum tersebar luas di Indonesia sekitar tahun 1996, banyak orang Indonesia yang merasa tidak perlu untuk melakukan test HIV. Sedangkan masyarakat di Eropa dan Amerika Serikat yang sudah memahami HIV/AIDS, mereka yang merasa sering melakukan perilaku beresiko dengan cepat dan tanpa ragu segera minta tes HIV, bila menderita penyakit biasa yang tidak sembuh-sembuh. Orang Indonesia karena kurangnya informasi dan juga karena takut atau malu, akibatnya tidak segera melakukan tes HIV, sehingga berakibat baru ketahuan setelah virus berkembang pesat, sehingga sulit disembuhkan. Belum adanya program penanggulangan yang kongkret untuk mencegah atau mengurangi penularan HIV baru, khususnya pada lelaki dewasa yang sering melakukan hubungan seksual di luar pernikahan, disebabkan karena maraknya praktik pelacuran yang melibatkan pekerja seks langsung yang belum dilokalisir. Justru banyak lokalisasi pelacuran resmi ditutup, sehingga berakibat munculnya praktik pelacuran terselubung di rumah-rumah atau apartemen atau tempat kost baik secara on-line maupun off-line. Sosialisasi penggunaan kondom sebagai alat mencegah penularan HIV melalui hubungan seksual di dalam dan di luar nikah, susah dilakukan dengan alasan yang kurang dapat diterima dengan akal sehat, karena upaya sosialisasi penggunaan kondom sering dipelintir sebagai upaya melegalkan pelacuran atau perzinaan. Sehingga sering kali ada demonstrasi yang menentang dengan slogan "Hentikan Kondomisasi" (lihat ilustrasi diatas). Informasi mengenai HIV/AIDS masih sering dibalut dengan mitos yang menyeramkan dan menakutkan, sehingga banyak orang yang tidak mengetahui cara-cara pencegahan yang tepat. Padahal terinfeksi HIV tidak berarti kiamat bagi si penderita. AIDS dapat dicegah dengan pengobatan antiretroviral ARV. Pengobatan ARV akan menekan laju pertumbuhan virus HIV dalam tubuh si penderita hingga pada batas tidak terdeteksi, sehingga risiko penularan kepada pasangan dapat dicegah, namun tentunya pada saat berhubungan seks harus menggunakan kondom. Pencegahan Penularan Selain memperbaiki atau mencegah perilaku beresiko, tindakan yang dapat mengurangi jumlah penderita HIV/AIDS, adalah mencegah penularan virus HIV melalui aksi ABCD.
A dari kata Abstinence (tidak berhubungan seks atau selibat), B dari kata Be Faithful (selalu setia pada pasangan), C dari kata Condom (gunakan kondom di setiap hubungan seks berisiko) dan D dari kata No Drugs (jauhi narkoba).
Bagi kaum lelaki dewasa yang ingin aman dari risiko tertular HIV/AIDS harus melakukan aksi selibat, atau paling tidak setialah pada pasangan tetap Anda. Berganti-ganti pasangan akan sangat berisiko, karena Anda tidak dapat mendeteksi pasangan tidak tetap Anda dari gejala yang kasat mata. Seseorang mengidap HIV atau tidak, hanya dapat dilakukan melalui tes HIV. Jadi, bila Anda tidak dapat menghindari hubungan seksual dengan pasangan tidak tetap, disarankan jangan lupa selalu menggunakan kondom.
Penggunaan kondom juga tidak menjamin 100% tidak akan tertular virus HIV, karena virus HIV dapat tertular bila Anda memiliki luka di lidah atau mulut, sedangkan Anda melakukan aksi oral ke vagina. Paling tidak terdapat tujuh belas pintu masuk virus HIV yang harus diperhatikan, seperti hubungan seksual di dalam dan di luar nikah, transfusi darah, jarum suntik pada penyalah gunaan narkoba. Kesulitan utama adalah banyak orang yang sudah tertular virus HIV, namun tidak menyadari dirinya adalah penderita HIV/AIDS. Akibatnya, mereka tanpa menyadari dengan mudahnya menularkan virus HIV, melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah. Seorang lelaki dewasa yang mengidap virus HIV yang melakukan hubungan seksual dengan banyak wanita dan berganti-ganti di dalam dan di luar nikah, dapat menularkan virus HIV yang diidapnya kepada banyak wanita, yang dapat berisiko pada anak yang dikandung bila sampai si wanita hamil. Apalagi dewasa tersebut melakukan hubungan seksual dengan pekerja seks komersial (PSK) langsung, yang dapat menularkan pada pelanggan berikutnya, bila si pekerja seks komersial tertular oleh lelaki tersebut. Hubungan seksual dengan pekerja seks tidak langsung seperti cewek pub / karaoke / pemijat dan sejenisnya juga dapat menularkan virus HIV ke si wanita, dan selanjutnya si wanita menularkan lagi kepada suami / pacar / lelaki lain lagi. Sebaliknya wanita dewasa yang mengidap virus HIV yang melakukan hubungan seksual dengan lelaki berganti-ganti seperti kasus kawin-cerai, juga dapat menyebarkan virus HIV kepada suaminya. Juga bila si wanita hamil, akan berisiko menularkan pada janinnya. Langkah kongkret guna menggulangi penyebaran HIV/AIDS melalui lelaki dewasa adalah melokalisir tempat pelacuran sehingga dapat dilakukan pemeriksaan kesehatan secara intensif dan memaksa lelaki menggunakan kondom setiap kali berhubungan seksual dengan PSK. Diharapkan langkah ini dapat memutus jembatan penyebaran IMS. Langkah lainnya adalah membuat regulasi yang mewajibkan wanita hamil dan suaminya menjalankan konseling HIV/AIDS, serta mewajibkan wanita hamil dan pasangannya menjalani tes HIV jika hasil konseling mengarah kepada gejala tertular virus HIV.
Kesimpulan Hindari penularan virus HIV dengan melakukan hubungan seksual aman atau setialah pada pasangan resmi Anda. Jangan melakukan perilaku beresiko tertular virus HIV.
Bagi Anda yang memerlukan informasi lebih detail mengenai HIV/AIDS, bertanyalah pada institusi yang paling kompeten, yakni Komisi Penanggulangan AIDS Nasional (KPAN).
Sampai jumpa di Pernas AIDS V 26-29 Oktober 2015 di Makassar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H