Lihat ke Halaman Asli

Kemenangan Rakyat dan Kegagalan Koalisi

Diperbarui: 25 Juni 2015   00:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13481586861372570443

[caption id="attachment_213539" align="aligncenter" width="480" caption="Ilustrasi/ Admin (antaranews)"][/caption]

Hari ini baru saja dilaksanakan pilkada/pilgub untuk memperebutkan kursi DKI 1 untuk lima tahun mendatang. Baru beberapa jam setelah pencoblosan selesai, proses quick count yang dilaksanakan beberapa lembaga survey menunjukkan hasil yang cukup mengejutkan. Kubu Joko Widodo - Basuki Tjahaja Purnamawi (Jokowi Ahok) lebih unggul daripada Kubu Fausi Bowo – Nachrowi Ramli (Foke – Nara). Salah satu lembaga survey memperlihatkan hasil quick count yaitu, Jokowi basuki memimpin 53,16%  sementara Foke-Nara 46,84%. Begitupun  lembaga survey lain memperlihatkan hasil yang tidak jauh berbeda.

Meskipun hasil quick count bukan hasil secara resmi, namun dapat dipastikan bahwa survei tersebut bisa  memberikan gambaran yang jelas  mengenai hasil pilkada yang sebenarnya. Sebab pengalaman pada pilkada putaran pertama, hasil perhitungan quick count tidak jauh berbeda dengan hasil perhitungan resmi KPUD DKI Jakarta. Ada hal menarik yang bisa  dicermati dari hasil  pilkada kali ini, yaitu bahwa kemenangan Jokowi bisa dikatakan kemenangan rakyat sedangkan kekalahan kubu Foke-Nara ‘jelas’ kegagalan koalisi partai.

Sekedar gambaran, kubu Foke-Nara didukung oleh beberapa partai besar seperti Demokrat, Golkar, PKS, dan beberapa partai pendukung lainnya. Sementara  kubu Jokowi-Ahok hanya didukung oleh partai PDIP dan Gerindra. Dengan melihat partai pendukung Foke - Nara,  mungkin  bisa dipastikan mereka akan lebih unggul sebab massa partai tersebut cukup banyak. Tetapi kenyataan berkata lain. Koalisi besar tidak lagi menjadi jaminan perolehan  suara terbanyak.

Lalu yang menjadi pertanyaan, mengapa koalisi partai besar tak mampu merangkul suara masyarakat Jakarta? Mungkin ada beberapa hal :

1.Citra partai politik merosot tajam

Jika kita melihat tiga partai besar pendukung Foke-Nara, seharusnya itu akan menjadi kekuatan politk yang sangat besar. Akan tetapi sangat disayangkan, akhir akhir ini beberapa masalah/kasus menimpa elit partai tersebut sehingga secara tidak langsung kasus tersebut ikut menyeret nama besar partai. Dan tentu hal ini menyebabkan  tingkat kepercayaan masyarakat terhadap partai semakin menurun. Akibatnya partai (koalisi) tak lagi mampu menggalang kekuatan massa untuk menyatukan dukungan terhadap kubu Foke -Nara.

2.Banyak partai banyak kepentingan

Tidak bisa dipungkiri bahwa di belakang partai pendukung yang banyak, tentu ada kepentingan partai yang besar, sehingga kebijakan kebijakan yang akan diambil pemimpin dari suatu koalisi tidak terlepas dari pengaruh partai, akibatnya kebijakan yang dilakukan bisa saja tidak memihak kepada kepentingan rakyat.

3.Masyarakat semakin cerdas  memilih

Proses demokrasi yang sudah berlangsung lama membawa masyarakat semakin memahami tujuan demokrasi. Ketika partai pendukung menawarkan berbagai program,janji, solusi,  masyarakat tidak langsung menerima begitu saja, tetapi mereka sudah bisa menetukan pilihan mereka sendiri tanpa tekanan dari partai atau suatu pihak tertentu. Sebab partai memang tidak bisa memaksa masyarakat dalam menentukan pilihan.

ketiga hal tersebut tersebut mungkin bisa menjadi alasan mengapa koalisi tidak mampu memenangkan persaingan pada pilkada DKI Jakarta.

Sebenarnya koalisi bisa menjadi kekuatan politik yang dapat diandalkan, coba saja  kita flashback ke tahun 2007, pada saat itu, Kubu Fausi  - Prijanto dikawal beberpa partai besar (koalisi) seperti  Demokrat, golkar, PAN, dan PDIP . Sedangkan kubu  Adang Daradjatun- Dani  Anwar  hanya didukung PKS.  Hasilnya, kubu Fausi Bowo -Prijanto berhasil merebut DKI -1.  Tetapi perlu diingat bahwa pada saat itu, tingkat kepercayaan masyarakat terhadap partai politik masih cukup bagus.

Mudah mudahan  pilkada kali ini bisa menjadi refleksi bagi partai politik bahwa nama besar sebuah partai bukan jaminan untuk memenangkan persaingan. Oleh karena itu partai politik harus bisa berbenah diri  dan meyakinkan masyarakat jika ingin kembali bertarung di 2014.

Salam  kompasianer.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline