Lihat ke Halaman Asli

Sutarno Drs

Arsitek Jiwa

Kemeriahan Natal GPdI Ngunut dalam Bingkai Budaya Lokal

Diperbarui: 27 Desember 2022   10:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber gambar: Dokumentasi pribadi

Kemeriahan Natal GPdI Ngunut dalam Bingkai Budaya Lokal 

Penulis: Y. Sutarno

Peristiwa 25 Desember merupakan sejarah sangat penting dan sakral bagi umat Kristen sebagai hari kelahiran Sang Kristus, Sang Juru selamat manusia sebagaimana telah ditetapkan dan dirayakan sejak generasi awal gereja. 

Bapa-bapa gereja telah merayakannya, bahkan menurut catatan Hippolyptus bahwa sejak tahun 225 M, Natal dirayakan setiap tanggal 25 Desember telah dikenal luas.

Kata "natal"berasal dari ungkapan bahasa Latin yaitu Dies Natalis (Hari Lahir). Sedangkan dalam bahasa Portugis berarti "kelahiran". Dan menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) berarti kelahiran Yesus Kristus. Suatu peristiwa besar bagi umat Kristen yang percaya Yesus sebagai Tuhan dan juru selamat umat manusia. Membahagiakan sekaligus mendatang damai sejahtera.

Natal menjadi hari yang ditunggu-tunggu sebagai momentum Sang Juru Selamat, Yesus namanya turun ke dunia. Ia yang tidak terbatas, Ia yang Maha Kudus, menyapa umat manusia yang berdosa untuk ditebus dan diselamatkan.

Sumber gambar: Dokumentasi pribadi

Peristiwa besar ini dirayakan dengan penuh kesukaan. Suka cita besar itu tergambar dalam tema Natal GPdI Natal tahun 2022, "Kesukaan Besar bagi Seluruh Bangsa" (Lukas 2:10-11). Kasih Allah yang sangat besar menghidupkan sukacita bagi seluruh jemaat GPdI Ngunut dan para tamu undangan yang hadir pada perayaan Natal GPdI Ngunut, Tulungagung, Jawa Timur.

Perayaan Natal menjadi istimewa dengan sentuhan kearifan budaya lokal. Budaya lokal yang adi luhung dengan mengangkat misi kebersamaan dan kekeluargaan. Kabar baik, kabar keselamatan, kabar damai sejahtera Allah atas dunia dapat disampaikan dengan konsep bersinergi dengan budaya lokal bukan berarti bersinkretisme.

Natal menjadi kaya makna karena dirayakan dengan tidak meninggalkan budaya lokal. Dalam budaya Jawa, alat musik gamelan, tembang gendhing-gendhing, tarian gambyong dapat menjadi sarana ibadah yang memperjumpakan manusia dengan Tuhan dan sesama.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline