Lihat ke Halaman Asli

Human Focus Design ala Walikota Surabaya - Sang Ibu Bangsa

Diperbarui: 24 Juni 2015   01:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Rasa-rasanya sangat sedikit pengguna media sosial di Indonesia yang tidak menonton Mata Najwa edisi “Blak-blakan dengan Risma”, apakah itu di siaran regular, siaran ulang, ataupun melalui video yang diunggah ke Youtube, bahkan ada yang menulis transkrip percakapan antara Bu Risma dengan Mbak Najwa.


Di antara semua topik yang dibahas di acara tersebut, boleh dikata topik tentang Dolly, lokalisasi yang disebut terbesar di Asia Tenggara beserta wanita tuna susila (WTS) dan para pelanggannya. Dan di yang paling tidak bisa dilupakan mengenai lokalisasi tersebut berdasarkan cerita Bu Risma adalah adanya WTS berusia lanjut yang memiliki klien anak-anak di bawah umur.


Hati siapa yang tidak tersayat melihat kenyataan tersebut dan menangis kala membayangkan anak-anak di bawah umur itulah yang kelak akan mewarisi Indonesia ini kelak. Tidak ada rasanya yang masih menginginkan agar lokalisasi Dolly, atau lokalisasi di daerah manapun dibiarkan terus beroperasi.


Upaya penutupan lokalisasi ini oleh kepala daerah tentu sangat perlu untuk dicermati. Begitu pula apa yang telah dilakukan oleh Ibu Risma selaku Walikota Surabaya, kota terbesar kedua di Indonesia.
Menariknya, alih-alih melakukan penutupan dengan paksaan, Ibu Risma malah melakuan satu metode yang boleh dikata tak pernah dilakukan oleh kepala daerah lainnya, yaitu suatu konsep human-foused design.


Ada satu cuplikan dialog antara walikota tersebut tidak berapa lama setelah dilantik dengan para Kyai mengenai lokalisasi itu. Cuplikak tersebut bisa dilihat di bawah ini.
https://www.youtube.com/watch?v=a96INwCDd_M

Yang sangat menarik adalah pengakuan Ibu Risma yang berkata : “Kyai, saya kan belum bisa memberikan makan mereka semuanya”. Ucapan itulah berupa pembuktian bahwa mungkin tanpa Ibu Risma sadari, beliau telah menerapkan konsep human-focused design, yang saat ini mulai banyak diterapkan di dunia bisnis ataupun video-game yang dipasarkan secara luas.

Secara sederhananya, huma-focused design adalah suatu konsep atau metode, di mana untuk mencapai tujuan tertentu, maka manusia sebagai objeklah yang harus dipahami dan dibuat nyaman terlebih dahulu. Aturan boleh diterapkan, namun, apakah manusia sebagai objek yang harus melaksanakan aturan tersebut mau secara patuh mentaatinya?

Dalam kasus lokalisasi Dolly ini, apakah penutupan paksa tempat tersebut akan menjamin tidak adanya praktek prostitusi jika apa yang menyebabkan seseorang terjerumus di dunia tersebut tidak diketahui?

Hal yang sama juga pernah diterapkan oleh mantan Walikota Solo Jokowi kalah berhasil menata pedagang kaki lima di wilayah itu. Apa yang telah beliau lakukan adalah melakukan pendekatan secara berkesinambungan kepada para pedagang kaki lima tanpa melalui upaya penggusuran.

Bukankah melalui acara Mata Najwa pun kita bisa melihat bahwa Ibu Risma sebagai seorang walikota juga melakukan pendekatan secara personal kepada para WTS di kota tersebut?

Andaikan Ibu Risma melakukan upaya penutupan secara paksa tanpa mau memahami para WTS di sana secara personal, tentu apa yang menjadi penyebab banyaknya WTS berusia lanjut dan di bawah umur, serta betapa pedihnya suasana hati mereka tak bisa diketahui untuk dicari jalan keluarnya bukan?

Sebagai respon pengakuran bintang tamu di acara Mata Najwa itu, sangat banyak yang memberi ceramah betapa berdosanya tindakan mereka, betapa perbuatan melacurkan diri itu akan diazab. Apakah ceramah model itu tak pernah sekalipun para WTS dengar? 100 orang yang menceramahi mereka, mungkin lebih dari 100 kali mereka telah mendengarkannya. Tapi, bukan masalah hati atau akhlak mereka yang tidak ingin lepas dari dunia hitam tersebut yang menyebabkan mereka tidak beranjak keluar dari sana. Dan terbukti, cara yang Ibu Risma lakukan itulah yang ternyata lebih mereka butuhkan daripada sekedar ceramah.

Ibu Risma memang hanyalah seorang walikota. Namun, predikat Ibu Bangsa karena ketulusan dan tindakannya, mungkin layak diberikan pada beliau.

Semoga Indonesia ke depannya semakin banyak kepala daerah seperti Ibu Risma. Suka blusukan, bertemu dan berdialog langsung dengan masyarakat, tiada sekat ataupun kasta yang membuat jarak antara beliau dengan rakyat Kota Surabaya. Dan orang seperti beliaulah, yang ternyata menjadi calon walikota terbaik dunia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline