Esok harinya, peristiwa gempa itu menghiasi halaman depan koran-koran lokal dan nasional. Bencana itu betul-betul menyita perhatian dan mengundang keprihatinan khalayak, serta menggugah rasa kepedulian berbagai pihak.
Sri Sultan Hamengkubuwono X, Gubernur DIY, menyatakan bahwa DIY dalam keadaan darurat selama lima hingga tujuh hari kedepan. Tindakan yang harus diprioritaskan saat ini adalah penanganan korban gempa dengan sebaik-baiknya. Yang luka harus segera mendapatkan perawatan yang layak. Distribusi bahan makanan dan keperluan-keperluan mendesak lainnya harus disegerakan dan dilakukan dengan baik. Setelah tanggap darurat beres, baru memikirkan rehabilitasi dan rekonstruksi.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berkunjung ke Yogyakarta, dan sempat menengok pasien korban gempa di rumah sakit serta mengunjungi tenda-tenda pengungsi. Menurut presiden, Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana Alam sudah mulai bekerja dan siap memberikan bantuan yang diperlukan, mengevakuasi yang belum tertolong, merawat korban luka-luka, dan memakamkan yang meninggal. Presiden akan berkantor di Gedung Agung (istana kepresidenan di Yogyakarta) untuk memantau langsung penanganan korban gempa.
Bantuan mulai mengalir dari berbagai pihak, baik dari berbagai instansi pemerintah, perusahaan, LSM, perorangan, dan pihak-pihak lainnya. Sebagian besar bantuan berupa makanan (nasi bungkus) maupun bahan makanan seperti beras, mie instan, gula, teh, minyak goreng, biskuit, ikan kaleng, dan makanan dalam kemasan lainnya. Sebagian bantuan juga berupa pakaian baik untuk pria, wanita maupun anak-anak. Bertumpuk-tumpuk tenda juga mulai mengalir ke tempat-tempat pengungsian. Ada juga yang menyumbang lilin dan korek api, karena tersiar kabar bahwa di tenda-tenda pengungsian belum ada penerangan karena sambungan listrik di wilayah itu masih terputus.
Membaca berita itu dan menyimaknya di televisi, Darma merasa berbesar hati. Setidaknya para korban gempa mulai banyak mendapat pertolongan sekarang. Kemarin, terutama pagi dan siang bahkan sampai sore, radio terus saja menyiarkan informasi dari berbagai wilayah pengungsian mengenai belum datangnya bantuan makanan sama-sekali, padahal banyak dari para pengungsi itu yang belum makan sama sekali sejak pagi.
Ya, Darma merasa terhibur, tapi dia juga agak malu pada dirinya sendiri. Apa yang sudah dilakukannya untuk membantu? Tidak ada sama sekali. Ia ingin ambil bagian dalam hiruk-pikuk penuh kepedulian itu, tapi tidak tahu bagaimana. Ia hanya pembaca meter listrik. Tidak punya organisasi, tidak tergabung di LSM mana pun. Bahkan sudah lama ia kehilangan kontak dengan teman-temannya semasa aktif di Karang Taruna dulu, sejak dia pindah ke Gilangsari.
Tengah Darma merenung dan menyesali dirinya, tiba-tiba ponselnya berdering. Wow, itu deringan pertama sejak dua hari yang lalu. Kemarin jaringan seluler seolah-olah terputus. Bergegas Darma menyambar ponselnya dan membaca pesan yang masuk.
(bersambung)
Cerita ini fiktif belaka. Apabila ada kesamaan nama, tempat, dan peristiwa, hanyalah kebetulan belaka dan bukan merupakan kesengajaan.
© Sutan Hartanto
Hak cipta dilindungi undang-undang. All Rights Reserved