Lihat ke Halaman Asli

Tegak di Antara Puing-Puing (19)

Diperbarui: 17 Juni 2015   07:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1428337288984585240

"Iya, Pak, kasihan Mbah Dono," timpal Darma sambil mengangguk-angguk. "Ini gara-gara isu tsunami itu. Benar-benar penyebar isu itu tidak punya perasaan. Pak Jito sudah dengar berita di radio belum? Kabarnya, orang-orang yang kembali ke rumahnya atau reruntuhan rumahnya yang tadi ditinggal lari gara-gara isu tsunami itu, mendapati bahwa barang-barangnya hilang. Televisi, sepeda, tape, VCD player, sepatu, barang-barang lain yang masih bagus dan bisa dijual, banyak yang hilang."

Pak Jito menggeram. "Jadi niat mereka menyebar isu itu untuk mencuri?!"

"Sepertinya begitu, Pak."

"Benar-benar laknat mereka!"

"Saya bisa membayangkan, betapa terpukul, geram dan sakit hatinya mereka, para korban gempa itu. Sudah rumahnya hancur, harus pontang-panting lari menghindari air bah yang tidak pernah datang, kembali dengan rasa mendongkol, lalu mendapati barang-barang berharganya lenyap."

Sejenak tidak ada yang bicara. Ibu yang sejak tadi tidak mengeluarkan suara, dan sekedar sekali-kali tersenyum atau mengiyakan cerita Pak Jitu, juga tetap membisu.

Petang berubah malam, dan Pak Jito pun berpamitan pulang. Darma mengantarkannya sampai ke pintu pagar rumahnya. Dilihatnya di seberang sana, dua lembar tikar tergelar di lantai teras Pak Jito. Setumpuk selimut dan bantal nampak tertata rapi di salah satu tikar itu. Pak Jito memandang ke arah yang sama.

"Malam ini kami tidur di teras," ujar Pak Jito, seolah bisa membaca pertanyaan di pikiran Darma. "Ibunya anak-anak masih trauma dengan kejadian tadi. Ia takut terjadi gempa susulan, dan tak punya kesempatan menyelamatkan diri gara-gara tidur di dalam rumah."

"Ooo....."

"Pak Komang, Pak Aslan dan Pak Temu, mereka juga mau tidur di luar katanya. Nak Darma bagaimana?"

"Entahlah, Pak," jawab Darma mengambang. "Tergantung ibu dan Kak Tiur. Kalau saya sih, mungkin tidur di dalam, di sofa dekat pintu. Biar kalau ada apa-apa langsung bisa keluar rumah. Atau mungkin kami akan menggelar tikar di ruang tamu dan tidur di sana. Ibu sudah sepuh, kasihan kalau harus tidur di luar."

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline