Satu persatu mulai ditangkapi siapa saja yang berlebihan dalam menulis di media sosial. Mereka yang ditangkap adalah hasil dari Cyber Patrol dari Polda Metro Jaya. Di antaranya Ki Gendeng Pamungkas dari Bogor, dan Herdiyan dari Jakarta.
Pasal karet yang dikenakan beragam, mulai Pasal 156 KUHP sampai UU nomor 40 Tahun 2008. Khusus Herdiyan terjerat UU ITE.
Yang fenomenal adalah ditangkapnya Ki Gendeng Pamungkas pada Selasa (9 Mei 2017) malam di rumahnya, Tegalega, Bogor. Tanpa perlawanan, lelaki super nyentrik ini dikepung oleh sekitar 66 orang polisi. Suasana mirip dengan menangkap buronan kelas kakap saja. Padahal tuan rumah baru saja tiba dari perjalanannya ke Cirebon.
"Saya izin mandi dulu ya," pinta Ki Gendeng Pamungkas (KGP)kepada komandan polisi saat itu. Puluhan barang bukti berupa kaos Fight Against Cina, senjata jenis soft gun, keris pusaka, stiker anti cina, bahkan cerutu Cuba pun ikut disita polisi saat itu.
Sosok yang dikenal paranormal dan advisor politik ini menyikapi penangkapan terhadap dirinya sebagai sikap yang berlebihan. Buktinya, Rabu (10/5) ia menyatakan tidak menyesal atas lekaku yang ia lakukan selama ini. "Saya percaya dengan Serat Joyoboyo. Inilah yang menjadi alasan kita perlu kembali ke UUD 1945 yang asli, dimana pribumi berdaulat atas negerinya sendiri." Kata KGP memberi alasan mengapa ia dianggap rasis.
Benarkah KGP seorang rasis? Saat dimana ia protes terhadap negara yang tidak punya political will melindungi pribumi dari ekspansi Cina dan asing lain terhadap tanah dan kekayaan di tanah air? Waktu yang akan menjawab.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H