Lihat ke Halaman Asli

Sutan Pangeran

Bersahabat

Panggil Mereka PUNK, Bukan ANAK PUNK!

Diperbarui: 25 Juni 2015   22:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kasus penggundulan dan penangkapan sejumlah anggota komunitas Punk di Banda Aceh mencuat besar di sejumlah  media nasional hingga media internasional. Ada apa dengan mereka, sehingga dianggap “haram” oleh Walikota Banda Aceh? [caption id="attachment_150006" align="aligncenter" width="320" caption="Fathun Karib: Membangun Solidaritas Punk!"][/caption] Penangkapan dan penahanan sejumlah punkers yang terjadi di Banda Aceh 11 Desember 2011 dilakukan Pemkot dan Kepolisian Kota Banda Aceh saat komunitas punk melakukan pertujukan Pentas Seni Music Punk di Taman Budaya Aceh sontak menyedot perhatian masyarakat nasional. Kasusnya seakan menelan duka cita pasca aksi bakar diri Sondang Hutagalung (7/12) dan lainnya. Padahal menurut sosiolog Fathun Karib, menjelang mengisi acara pagi  8eleven,Selasa (20/12) di Metrotv, "Rasul saja mengasihi kelompok marginal dhuafa (sejenis ini).  Beliau memberikan tempat khusus dalam pembinaan kala itu. Jadi, hendaknya cara-cara menangani anak-anak jalanan khususnya kelompok punk lebih manusiawilah." Menurutnya lebih lanjut, penangkapan dengan label “pembinaan” 65 punk itu merupakan pembatasan dan pengekangankebebasan berkespresi dan berkumpul. Ini sudah pelanggaran UUD 1945 khususnya pasal 34 dimana Negara melindungi anak yatim dan orant terlantar. Fathun berharap mereka diberikan kesempatan untuk melakukan pertemuan dengan walikota setempat agar dicari solusi terbaik menyelesaikan kasus punk yang tertangkap dan belum dilepaskan polisi hingga hari ini. Lebih lanjut Fathun  mengatakan, dalam membahas punk atau untuk mengenalinya lebih dalam kita perlu mengidentifikasi beberapa aktor sebagai pelaku dari praktek kebudayaan punk tersebut. Iamengidentifikasi beberapa aktor yang penting di dalam praktek keseharian punk yang berkaitan dengan teks atau materi kebudayaan punk. Pertama, Individual punkers (punk individu) dengan aktivitas utama sebagai listener, audience dan kolektor. Kedua, punk groups (kelompok punk) seperti: a) Sebuah band yang menciptakan musik punk, b) Tongkrongan (gank) atau komunitas kolektif yang dihubungkan serta dipersatukan karena saling berbagi dan adanya faktor ketertarikan di bidang spesifik tertentu. Tongkrongan atau kolektif terbentuk sebagai pengelelompokan sosial (social grouping) karena faktor seperti spesifikasi genre musik punk tertentu atau ide-ide yang sama secara ideologis dan karena faktor lokasi geografis dimana mereka berasal dari daerah tempat tinggal yang sama. Aktor terakhir yang memainkan peranan penting adalah institusi punk punk institution) seperti record label, distro dan event enterprises. Materi rekaman dan pertunjukan estetik adalah elemen dasar dari punk musical textuality. Keduanya seperti dua sisi dari satu keping koin; musical textuality dapat meraih pendengar punk melalui media materi rekaman, sedangkan pertunjukan musik merupakan sebuah sarana aktualisasi sosial dan mererealisasikan pendengar (listener) menjadi audiences. Keduanya menciptakan pengalaman musikal didalam kondisi yang berbeda; materi rekaman menciptakan pengalaman personal (personal experience) sedangkan pertunjukan musik menciptakan pengalaman kolektif (collective experience). Materi rekaman menciptakan pengalaman personal (personal experience) seperti perasaan (sedih, gembira, marah dan lain-lain) dan imaginasi mengenai suatu kondisi tertentu atau ide-ide spesifik.

Selasa (20/12) pagi  Fathun mengisi acara 8  Eleven  sesudah Pong Hardjatmo yang sudah lebih dahulu usai dan meninggalkan Metrotv.

Dalam rilis yang diberikan Eko, perwakilan dari Punk Jakarta termuat tuntutan  solidaritas untuk komunitas punk yang  berisi antara lain:

Jika dikatakan Punk mengganggu ketertiban umum, Punk adalah bagian dari masyarakat itu sendiri. faktor keberadaan Punk bukan sebab terganggunya ketertiban umum, justru  sistem tatanan Negara yang bobroklah yang  menciptakan suasana ketertiban yang tidak kondusif. Maka itu komunitas punk menuntut:

1.Bebaskan dengan segera kawan Punk di Aceh yang telah ditangkap oleh kepolisian

2.Menolak pendisiplinan melalui SPN, karena SPN adalah tempat pendidikan kepolisian bukan tempat pendidikan formal untuk sipil kecuali akan dijadikan anggota Polri.

3. Rehabilitasi nama baik dan status para individu punk di Aceh kembali ke masyarakat.

4. Lindungi hak-hak PUNK seperti warga Negara sipil lainnya dalam berkarya dan berekspresi serta berkelompok.

5. Menuntut pertanggung-jawaban Walikota Propinsi NAD

6. Panggilan kami adalah PUNK bukan ANAK PUNK.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline