Lihat ke Halaman Asli

Sutan Malin Sati

tukang saluang hobi barandai

Covid-19, Abu Janda, dan Dugaan Serangan "Istana" ke Demokrat Runtuhkan Marwah Pemerintah

Diperbarui: 1 Februari 2021   18:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: Tirto

Bangsa ini tengah diuji. Berbagai bencana datang silih berganti, bertubi-tubi, dan menyisakan duka lara yang menyayat hati. Tapi tak hanya itu, ujian kepemimpinan juga menjadi masalah pelik di bangsa yang katanya berbudaya ini.

Lihat saja penanganan Covid-19. Kebijakan dibuat dan dikritik sendiri oleh penguasa. Mengaku berhasil di hari Senin, tapi sedih dan berduka di hari Selasa. Ajaib.

Akibat inkonsistensi ini, sangatlah wajar jika hari ini Indonesia menjadi jawara di Asia. Bukan jawara dalam artian yang sebenarnya, tapi jawara dalam konteks yang membuat dada menjadi berontak dan ingin membuat mulut jadi mengumpat.

Indonesia saat ini menjadi negara dengan kasus aktif tertinggi di Asia, yakni 174.083 kasus aktif dari 1.066.313 kasus konfirmasi. Mengenaskannya lagi, dibandingkan dengan India yang kasus konfirmasinya 10.747.091 dan 170.670 kasus aktif, artinya kita masih jauh dari puncak pandemi. Sementara itu, di sisi lain, penguasa telah terlanjur menumpuk utang, terobsesi dengan megahnya bangunan, dan memakan jatah lauk orang miskin.

Ujian kepemimpinan lainnya terlihat dari sosok kontroversi Permadi Arya alias Abu Janda. Baru-baru ini, Abu Janda membuka bajunya yang sebenarnya. Ia mengaku bagian dari influencer/buzzer istana. Bahkan dengan pongahnya, ia menyebut dirinya digaji bulanan dengan nominal yang selangit.

Kenyataan ini tentunya mengkonfirmasi apa yang selama ini sudah ada di benak publik. Bahwa istana nyata "mengembangbiakkan/beternak" buzzer. Apakah selemah itukah kepemimpinan nasional kita? Sehingga, harus memberdayakan buzzer dengan bayaran fantastis untuk meyakinkan publik bahwa pemerintah benar-benar istana.

Kalau pun jawabannya harus "iya", tentu pertanyaan selanjutnya, dari mana alokasi anggaran yang diperuntukkan untuk menggaji kawanan buzzer tersebut. Semoga saja tidak dari kasus-kasus korupsi yang belakangan ini terendus KPK, seperti Jiwasraya, Asabri, BPJS Ketenagakerjaan, bansos, dan lain sebagainya.

Terakhir, ujian kepemimpinan juga diuji dari hasrat ingin berkuasa. Senin (01/02/2021) siang, Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menyampaikan siaran pers. Dalam pernyataannya, AHY mengatakan ada dugaan gerakan kudeta terhadap kepemimpinan sah Partai Demokrat oleh orang lingkaran istana.

Kisruhnya internal Golkar dan PPP pasca Pemilu 2014, bergejolaknya PAN dan Partai Berkarya usai Pemilu 2019, dalam persepsi publik, kuat dugaan "istana" mau mengambil semua. Jadi, tanpa Demokrat menunjukkan bukti-bukti pun, publik pun mahfum, operasi-operasi yang demikian itu nyata adanya.

Lihat saja contohnya parpol-parpol yang awalnya menginginkan normalisasi pilkada di 2022 dan 2023, seketika berubah haluan mendukung Pilkada, Pileg, dan Pilpres serentak di tahun 2024 usai perwakilan partai koalisi pemerintah disuguhkan bakso dan pempek istana. Dari sini terlihat jelas, partai politik bukan lagi perpanjangan suara rakyat, melainkan lebih mirip proksi istana untuk mempertahankan kekuasaan.

Dengan tiga ujian kepemimpinan hari ini, apakah masih ada muka yang hendak ditunjukkan pada rakyat? Jika ada, itu berarti muka tembok. Sesuai prinsip rakyat arus bawah, jika ada tembok yang menghalangi jalan, maka hancurkan!

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline