Film hadir dalam masyarakat dengan beberapa fungsi tertentu. Sebagai Teater modern yang menggunakan teknologi. Film tidak hanya memiliki fungsi hiburan dan mencari keuntungan tapi memiliki fungsi-fungsi lainnya. Film hadir dengan fungsi komunikasi yang mentransmisikan sejumlah pesan kepada khalayak.
Film, sebagai sebuah karya seni visual dan audio, telah lama diakui sebagai media komunikasi yang paling efektif. Layar lebar menjadi jendela bagi kita untuk mengintip berbagai kehidupan, budaya, dan sudut pandang yang berbeda-beda. Melalui alur cerita yang menarik, karakter yang kompleks, dan visual yang memukau, film mampu mentransmisikan pesan-pesan yang mendalam dan kompleks.
Film seringkali menjadi cerminan dari realitas sosial yang terjadi di masyarakat. Melalui konflik dan dinamika karakter, film dapat mengungkap isu-isu sosial yang relevan, seperti ketidakadilan, diskriminasi, atau perubahan sosial.
Film mengajarkan nilai-nilai moral, etika, dan kemanusiaan. Pesan-pesan tentang cinta, persahabatan, pengorbanan, dan keberanian seringkali disampaikan secara implisit melalui kisah-kisah yang mengharukan.
Film memiliki kekuatan untuk membentuk persepsi dan pandangan kita tentang dunia. Stereotipe, norma sosial, dan budaya populer seringkali diperkuat atau diubah melalui representasi visual dan naratif dalam film.
Dalam konteks masyarakat Betawi, film dapat menjadi alat yang ampuh untuk mengubah persepsi tentang pendidikan. Film yang mengangkat tema pendidikan dapat menampilkan tokoh-tokoh Betawi yang sukses berkat pendidikan, atau kisah inspiratif tentang anak-anak Betawi yang berjuang meraih cita-cita.
Film dapat menunjukkan bagaimana pendidikan membuka peluang yang lebih luas bagi individu dan masyarakat. Film yang mengangkat tema pendidikan dapat menjadi katalisator perubahan dalam masyarakat Betawi. Melalui cerita yang menarik dan karakter yang autentik, film dapat mengubah persepsi masyarakat tentang pentingnya pendidikan dan mendorong orang tua untuk memberikan kesempatan yang sama bagi anak-anak mereka.
Film dapat membantah mitos-mitos negatif tentang pendidikan yang masih berkembang di kalangan masyarakat Betawi, seperti anggapan bahwa pendidikan tinggi hanya untuk orang kaya atau tidak sesuai dengan budaya Betawi. Babeh Sabeni walau kadang marah-marah, namun dia mengusahakan bagaimana agar Si Doel tetap bisa kuliah. Begitupun Engkong yang terkenal pelit bagi anak bungsunya. Mengupayakan membantu biaya kuliah Si Doel.
"Serial legendaris 'Si Doel Anak Betawi' berhasil memikat hati penonton dengan potret kehidupan sehari-hari masyarakat Betawi yang hangat dan penuh humor. Namun, penulis skenario melihat potensi lebih dalam cerita ini. Dengan semangat untuk memberikan kontribusi positif bagi masyarakat, terutama generasi muda, mereka memutuskan untuk melakukan adaptasi yang signifikan.Lahirlah 'Si Doel Anak Sekolahan', sebuah karya yang tidak hanya meneruskan warisan kisah Doel, tetapi juga mengangkat isu-isu yang sangat relevan di zaman modern, yakni pendidikan. Perubahan ini bukan sekadar pergantian judul, melainkan sebuah transformasi mendalam dalam plot dan pesan yang ingin disampaikan.
Dalam 'Si Doel Anak Sekolahan', tema pendidikan menjadi poros utama. Penulis dengan cerdik menyisipkan berbagai permasalahan yang dihadapi dunia pendidikan saat ini, mulai dari kesulitan akses pendidikan, kualitas pendidikan yang tidak merata, hingga tantangan lulusan dalam mencari pekerjaan. Melalui karakter-karakter yang ikonik seperti Doel, Atun, dan Mandra, penonton diajak untuk merenung dan mencari solusi bersama.
Dengan mengangkat tema pendidikan, 'Si Doel Anak Sekolahan' tidak hanya menjadi tontonan menghibur, tetapi juga menjadi media edukasi yang efektif. Serial ini mampu menyentuh hati penonton dari berbagai kalangan, menginspirasi mereka untuk lebih menghargai pentingnya pendidikan, dan mendorong pemerintah serta masyarakat untuk bekerja sama dalam meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.