Lihat ke Halaman Asli

Sutanandika

Cisadane Resik

Memotong Rambut: Antara Disiplin dan Martabat Manusia

Diperbarui: 13 Agustus 2024   23:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dok. Deft Barber School

Rambut, sejak zaman dahulu, sering dianggap sebagai mahkota bagi manusia. Ia tidak hanya berfungsi sebagai pelindung kepala, tetapi juga menjadi simbol identitas, ekspresi diri, dan bahkan status sosial. Pandangan ini kemudian berkembang menjadi berbagai macam paradigma, termasuk anggapan bahwa rambut gondrong identik dengan kebebasan dan, dalam konteks tertentu, kerap dikaitkan dengan perilaku nakal.

Di sisi lain, upaya mendisiplinkan siswa melalui pemotongan rambut seringkali menimbulkan pertanyaan mengenai martabat manusia. Cukuran yang dianggap merendahkan martabat tidak hanya menyakiti perasaan siswa, tetapi juga bertentangan dengan prinsip-prinsip pendidikan yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.

Era Pendidikan Merdeka menuntut kita untuk melihat siswa sebagai individu yang merdeka. Mereka memiliki hak untuk mengekspresikan diri, termasuk melalui gaya rambut. Guru, sebagai agen perubahan, seharusnya menjadi sosok yang mampu membimbing siswa tanpa harus merendahkan martabat mereka.

Kegiatan mencukur rambut siswa yang melibatkan sekolah cukur atau barber school, pada pandangan pertama, mungkin tampak kontradiktif dengan prinsip-prinsip pendidikan merdeka. Namun, jika kita melihat lebih dalam, kegiatan ini justru dapat menjadi sebuah bentuk pembelajaran yang memanusiakan manusia.

Di SMAN 1 Cijeruk, sekolah yang terletak di perbatasan Kabupaten Bogor dan Kabupaten Sukabumi, kegiatan ini bukan hanya sekedar pemotongan rambut, tetapi juga menjadi bagian dari upaya kami untuk membangun karakter siswa yang tangguh dan berintegritas. Siswa yang merasa rambutnya tidak sesuai dengan aturan sekolah, secara sadar memilih untuk memotong rambutnya. Hal ini menunjukkan adanya kesadaran diri dan tanggung jawab.

Selain itu, kegiatan ini juga memberikan manfaat ganda. Bagi siswa, mereka mendapatkan kesempatan untuk tampil lebih rapi dan sesuai dengan aturan sekolah. Sementara itu, bagi siswa-siswi sekolah cukur, kegiatan ini menjadi ajang praktik langsung yang sangat berharga.

Dengan melibatkan sekolah cukur, kami ingin memberikan pengalaman yang berbeda bagi siswa, sekaligus memperkenalkan mereka pada dunia kerja yang nyata.

Kegiatan ini patut dijadikan contoh sebagai sebuah bentuk penerapan disiplin positif dalam pendidikan. Dengan melibatkan siswa secara aktif dalam proses pengambilan keputusan, kita tidak hanya mengajarkan mereka tentang pentingnya aturan, tetapi juga menanamkan nilai-nilai kemandirian dan tanggung jawab.

Sebagai guru di SMAN 1 Cijeruk, sekolah yang terletak di perbatasan Kabupaten Bogor dan Kabupaten Sukabumi, saya optimis bahwa kegiatan ini akan memberikan dampak positif bagi siswa-siswi kami. Melalui kegiatan ini, kami berharap dapat mencetak generasi muda yang tidak hanya cerdas, tetapi juga memiliki karakter yang kuat dan siap menghadapi tantangan masa depan.

Namun, perlu diingat bahwa kegiatan ini hanyalah salah satu contoh dari sekian banyak strategi pendidikan karakter. Untuk mencapai hasil yang optimal, diperlukan perencanaan yang matang dan melibatkan seluruh komponen sekolah.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline