Lihat ke Halaman Asli

HG Sutan Adil

Pemerhati dan Peneliti Sejarah dari Sutanadil Institute

Bergabung dan Terpisahnya Pulau Bangka Belitung dari Kesultanan Palembang Darussalam

Diperbarui: 13 September 2024   08:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Flayer Bergabung dan Terlepasnya Pulau Bangka Belitung dari Kesultanan Palembang Darussalam // Sumber : Sutanadil Institute 

BERSATU DAN TERPISAHNYA PULAU BANGKA BELITUNG DARI KESULTANAN PALEMBANG DARUSSALAM

Oleh : HG Sutan Adil

Seri Bangka Belitung #01

Pulau Bangka dan Pulau Belitung atau sekarang sudah menjadi Provinsi Bangka Belitung merupakan wilayah penghasil timah sejak dahulu. Bangka sendiri berdasarkan catatan sejarah, sebelum abad pertama banyak pelaut dari Asia selatan yang telah berdatangan ke Pulau Wangka atau Pulau Bangka. Wangka sendiri dalam bahasa Sansekerta berarti timah dan nama Wangka juga disebut dalam sebuah karya sastra  di Asia Selatan tersebut yang ditulis pada abad ke-3 Masehi yaitu Mahaniddesa merupakan bagian pertama dari kitab Niddesa of the Khuddaka Nikaya.

Lokasi Pulau Bangka Belitung yg terletak di sebelah timur Pulau Sumatera dan berada diujung seberang dari muara Sungai Musi, menjadi sangat strategis juga bagi Palembang. Sungai Musi merupakan muara atau hilir dari sungai-sungai Batanghari Sembilan bagian hulunya, sehingga selat Antara Pulau Bangka dan Pulau Sumatera ini  menjadi jalur perdagangan yang ramai dan juga menjadi jalur utama dari Selat Malaka yang menuju Pulau Jawa dan daerah timur kepulauan Nusantara lainnya.

Pada awal berdirinya Kesultanan Palembang Darussalam, Pulau Bangka Belitung ini juga termasuk dalam wilayah kekuasaannya karena saat itu pendiri Kesultanan Palembang Darussalam, Kyai Mas Hindi atau Pangeran Kesumo Abdurohim gelar Sultan Abdurrahman Khalifatul Mukminin Sayyidul Imam, menikahi puteri Bupati Bangka saat itu, yaitu Bupati Nusantara, seorang Juwaraja (Adipati) Kesultanan Banten yang diserahi tugas memimpin Bangka Belitung dan berkedudukan di Bangkakota pada Tahun 1666 Masehi. Putri Bupati Nusantara itu bernama Khadijah. ( Frawita Sari; “Sistem kekerabatan Sosial Masyarakat dalam penggunaan gelar kebangsawanan Yang dan Abang di Kota Muntok Kepulauan Bangka (1734-1816)”, 2015).

Khyai Mas Hindi, Sultan Pertama Kesultanan Palembang yg menikahi Khatidjah, anak Bupati Nusantara, Penguasa Bangka // Sumber : Sutanadil Institute

Pernikahan diatas dikenal juga sebagai sebuah Pernikahan Politik, yaitu pernikahan untuk menjalin kerjasama dan melebur kedalam kekuasaan Kesultanan Palembang Darussalam. penggabungan ini juga  untuk meneruskan keberlangsungan kekuasaan Bupati Nusantara di Bangka Belitung, karena kekuatan Kesultanan Palembang Darussalam saat itu sudah dianggap kuat dan dengan dibuktikan berhasil mengusir VOC dari Palembang pada saat terjadi Perang Benteng Pertama pada tahun 1659 M. Dilain pihak  Kesultanan Banten sebagai penguasa Pulau Bangka Belitung saat itu sudah tidak bisa menjangkau dan menjaga Pulau Bangka Belitung lagi.

Dengan bergabungnya Pulau Bangka Belitung ini sebagai wilayah kekuasaan Kesultanan Palembang Darussalam, maka wilayah Bangka Belitung ini disebut dengan sebutan daerah Sindang, yaitu wilayah pinggiran dan perbatasan dari Kesultanan Palembabang Darussalam yang bebas dan independen dalam mengelola kekuasaannya.

Peta Provinsi Bangka Belitung // Sunber : Sutanadil Institute

Pulau Bangka dan Belitung termasuk dalam kelompok struktur pemerintahan daerah pedalaman/uluan, berbeda dengan daerah Sikap dan Kepungutan sebagaimana yang ada dibawah pemerintah langsung Sultan. Sebagai daerah Sindang, yaitu daerah perbatasan dengan daerah tersebut, Bangka Belitung dipimpin oleh seorang Depati (Raja Kecil) yang bebas, tidak dibebani pajak dan tidak pula membayar upeti, tetapi wajib melindungi perbatasan kesultanan dari serbuan orang luar. Dan sebagai Depati pertamanya yaitu mertua sultan sendiri, yaitu Bupati Nusantara.

Kepemilikan Pulau Bangka oleh Kesultanan Palembang Darussalam menjadi sangat penting dan strategis setelah adanya penemuan timah yang berlimpah dan dilakukannya penambangan kandungan timah yang masif dimasa awal pemerintahan Sultan Mahmud Badaruddin Jayawikrama atau SMB Jayawikrama atau SMB I yang berkuasa tahun 1724 M sampai tahun 1756 M. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline