Lihat ke Halaman Asli

HG Sutan Adil

Pemerhati dan Peneliti Sejarah dari Sutanadil Institute

Anomali Sejarah Benteng (Keraton) Kuto Besak di Palembang

Diperbarui: 20 Februari 2024   07:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gerbang Benteng Kuto Besak // Sumber : Sutanadil Institute

ANOMALI SEJARAH BENTENG (KERATON) KUTO BESAK DI PALEMBANG

Oleh : HG Sutan Adil

Hari ini Selasa, 20 Pebruari 2024, merupakan hari dimana sebuah kompleks bangunan Istana atau Keraton dari Kesultanan Palembang Darussalam (KPD) diresmikan sebagai sebuah Istana/Keraton  atau sebagai tempat tinggal resminya dan sejak itu Kompleks Istana/Keraton yang disebut “Kuto Besak” ini dipergunakan sebagai kediaman resmi sekaligus tempat mereka menjalankan pemerintahan di Palembang.

Sebagaimana tercatat dalam naskah Hikayat Palembang, yang catatan aslinya sekarang masih tersimpan di Perpustakaan Leiden dengan nomor HMb Cod.Or.2276, menyebutkan pada tahun hijriah Seribu Dua Ratus Sebelas  kepada Tiga Likur hari, bulan Syakban, hari Isnin pagi hari atau Hari Senin, 23 Syakban 1211 H, adalah hari dimana Sultan Muhammad Ba’hauddin (Sultan KPD ke-6) berpindah ke Istana atau Keraton Kuto Besak itu.  

Sultan Muhammad Ba'hauddin // Sumber : keratonpalembang.com

Jika kita menggunakan aplikasi konversi tanggal Hijriah ke Masehi dari al-habib.info ( https://www.al-habib.info/kalender-islam/pengubah-tanggal-lahir-kalender-hijriyah.htm), tanggal 23 Syakban 1211 itu bertepatan dengan hari Senin 20 Pebruari 1797 M, sehingga dapatlah disimpulkan bawah hari ini, Selasa 20 Pebruari 2024, adalah hari bersejarah dimana 227 tahun lalu adalah hari Peresmian Istana Keraton Kuto Besak.

Namun sayangnya keberadaan nama Istana atau Keraton Kuto Besak dari Kesultanan Palembang Darussalam itu sekarang sudah berganti nama dan lebih dikenal sebagai Benteng Kuto Besak atau dengan singkatan BKB.

Perubahan nama ini terjadi saat Istana atau Keraton Kuto Besak dikuasai oleh Kerajaan Belanda pada tahun 1821 dengan beberapa kali Perang Benteng (tiga kali) sebelumnya. Saat itu Kerajaan Belanda berhasil menggulingkan kekuasaan Sultan Ahmad Najamuddin (III) Pangeran Ratu Muhammad Tjing Djamaluddin, anak dari (Suhunan) Mahmud Badaruddin Pangeran Ratu atau sekarang lebih dikenal sebagai Sultan Mahmud Badaruddin II (SMB II), untuk digantikan dengan Sultan Ahmad Najamuddin IV Prabu Anom yang Kerajaan Belanda inginkan.

Sketsa Pengasingan SMB II ke Ternate // Sumber : Sutanadil Institute

Setelah melakukan penggantian Sultan diatas dan sudah melakukan ekspedisi tiga kali penyerangan, Kerajaan Belanda tidak mempunyai dana lagi untuk membangun sebuah Benteng baru sebagai pusat pertahanan mereka di Palembang, sehingga mereka lebih memilih memodifikasi Istana atau Keraton Kuto Besak itu sebagai Benteng Pertahanannya.

Benteng Kuto Besak (BKB) // Sumber : Sutaadil Institute

Selanjutnya Kerajaan Belanda meruntuhkan dan merobohkan semua bangunan dan isi Keraton yang ada didalam Tembok Besar yang mengelilingnya dan hanya menyisakan Tembok Besar itu sendiri sebagai bangunan pelindung atau Benteng pertahanan mereka. Untuk itulah mereka membuat bangunan-bangunan baru didalamnya dan disesuikan dengan kebutuhan sebuah benteng pertahanan serta tempat tinggal bagi serdadunya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline