Selalu menarik membaca prestasi anak-anak Indonesia yang tinggal di luar negeri. Biar udah jauh dari tanah air tapi tetap sepenuh hati mempopulerkan ibu pertiwi melalui keahliannya masing-masing. Salah satu yang sering saya baca adalah artikel-artikel tentang Ananda Sukarlan.
Dengan talentanya di musik -khususnya piano- Ananda mengenalkan Indonesia bukan saja kepada publik di Spanyol tempat dia bermukim waktu itu, tapi juga kepada masyarakat dunia.
Keikut sertaannya dalam festival-festival musik dunia membuat nama Indonesia ikut berkibar di forum-forum internasional. Kita tau nggak mudah untuk bisa jadi pengisi acara musik bergengsi di luar negeri. Kalau bukan karena piawai memainkan alat musik, tentu nggak bisa namanya ada bersama pemusik-pemusik dunia lainnya.
Salah satu catatan sejarah penting bagi Indonesia yang berhasil ditorehkan oleh Ananda adalah masuknya nama dia dalam dalam buku "The 2000 Outstanding Musicians of the 20th Century". Buku tentang 2000 orang yang berkontribusi terhadap musik dunia. Dan dia adalah satu-satunya orang Indonesia di situ.
Ananda juga telah menghasilkan 14 album selain telah bermain di banyak konser internasional dan menyusun tak terhitung banyaknya komposisi musik, khususnya musik klasik. Ananda juga berhasil memenangkan beberapa penghargaan bergengsi di luar negeri.
Dia juga seniman pertama yang berhasil membangun hubungan budaya antara Portugal dengan Indonesia dengan bermain solo bersama orkestra dari Portugal ketika hubungan diplomatik kedua negara baru dibuka. Masih banyak lagi prestasinya yang bakal panjang kalau ditulis.
Dari mana kemahirannya bermain piano di dapat? Mengutip dari wikipedia, selain memang berbakat, Ananda udah belajar musik sejak usia 5 tahun. Setelah lulus dari Kanisius, Ananda menempuh pendidikan musik di Royal Conservatory of Den Haag dan lulus dengan predikat summa cum laude. Catatan pendidikan musik Ananda juga panjang. Ini tanda dia serius menggali bakatnya.
Siapa sangka, orang yang bertahun-tahun saya kagumi dan hanya saya kenal lewat internet akhirnya bisa ketemu tatap muka langsung, duduk satu meja, makan malam nasi uduk dan ayam goreng Tenabang yang terkenal sambil ngobrol ngalor ngidul tentang tanah air. Pertemuan bersejarah buat saya yang bisa terjadi karena undangan Grace Natalie dan Andy Budiman . Karena hanya berempat , pembicaraan jadi terasa akrab. Saya nggak berhenti mengagumi Ananda yang rendah hati dan sangat patriotik.
Pertemuan kedua dengan Ananda juga ketika bersama-sama Ezki, Andy, Suci Mayang, Chico Hakim, Kennedy, Mindo dan Rinto Pao hadir di konser Ananda untuk anak-anak dengan syndrome Asperger, syndrome yang sama yang dialami Ananda. Malam itu kekaguman saya bertambah karena saya menyaksikan dengan mata kepala saya sendiri bagaimana Ananda bersikap terhadap anak2 itu.
Saya ingat, saya duduk di tengah-tengah hadirin. Di belakang saya ada anak yang nggak mau berdiri dan nggak berhenti menggerakkan tangannya. Akhirnya tangan sang anak kena kepala saya.
Ibunya minta maaf berkali-kali walaupun saya bilang nggak apa-apa sambil tersenyum, menandakan saya nggak marah dan maklum. Selama konser sang anak berkali-kali berteriak dengan ucapan yang nggak jelas. Sekali lagi si Ibu repot menenangkan anak itu. Sepanjang acara si anak nggak bisa diam.