Lihat ke Halaman Asli

Susniati Sus

Pelajar, mahasiswa

Tren Hijrah Remaja Milenial

Diperbarui: 9 Juni 2021   10:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Akhir-akhir ini marak kita mendengar fenomena hijrah yang seolah kabarnya begitu masyhur di kalangan masyarakat. Fenomena yang tak pelak lagi menghiasi lini kehidupan sebagian kaum muslim di indonesia. Apalagi di zaman yang serba teknologi seperti saat ini, dengan menggunakan gadjet sebagai media utamanya, menjadikan fenomena hijrah masif digaungkan oleh para ustadz dan ustadzah era milenial. Fenomena hijrah yang ada  seolah membius hati pengikutnya pada keyakinan akan keimanan yang hakiki. Tak jarang, mereka merasa berada pada jalan yang benar-benar diridai tuhan setelah mendengar berbagai ceramah di kanal medsos, dan langsung dengan inisiatif sendiri mengamalkannya. Fenomena tersebut juga diperkuat oleh banyaknya kalangan artis/publik figur yang turut mewarnai gerakan-gerakan hijrah di indonesia sehingga semakin memicu ketertarikan masyarakat. Berbagai trend busana syar'i turut pula menciptakan corak baru dalam fenomena hijrah tersebut.

Fenomena hijrah memang bukan sesuatu yang baru di indonesia. Kemunculannya disinyalir mulai menjamah perkotaan indonesia sejak tahun 1980-an. Keinginan untuk tampil lebih religius terlihat mendominasi masyarakat indonesia kala itu. selain itu, kemunculan gerakan syiar islam yang berasal dari negara lain seperti, kelompok salafi, wahabi,ikhwanul muslimin, hizbut tahrir dan lainnya turut mewarnai merebaknya fenomena hijrah. Masyarakat yang muslim seolah  tertarik untuk bergabung dalam gerakan-gerakan yang berbau hijrah keagamaan tersebut. Pada dasarnya, fenomena ini mulai terbentuk setelah kepulangan para pelajar indonesia yang belajar di timur tengah, kebanyakan mereka beraliran salafi.


Nah, sebenarnya apa itu hijrah?. Fenomena hijrah seperti apa yang begitu marak di era milenial saat ini?. Bagaimana cara kita menyikapi fenomena tersebut?.


Hijrah secara harfiah dapat kita maknai sebagai meninggalkan ataupun perpindahan.  Pada perkembangannya, hijrah tidak hanya dimaknai sebagai perpindahan fisik kesuatu  tempat tertentu, namun lebih luas lagi sebagai meninggalkan hal-hal tercela kepada apa yang  tuhan rida atasnya. Tentu kata hijrah bukan sesuatu yang asing di kalangan umat muslim, mengingat hijrah sendiri telah diperkenalkan jauh hari pada zaman Rasulullah Saw. Perpindahan umat muslim dari kota makkah ke madinatul munawarah menjadi langkah pertama hijrah rasulullah menuju peradaban islam yang dicita-citakan. Bahkan gerakan hijrah yang digagas oleh rasulullah sendiri telah berhasil membentuk karakter kaum muslimin tidak hanya dari sisi lahiriah namun juga dari sisi batiniah untuk mengamalkan ketaatan pada sang pencipta dan meninggalkan yang tercela. Dalam hal ini, gerakan hijrah yang dilakukan rasulullah tidak hanya semata-mata dilihat dari aspek keagamaan, namun juga mempertimbangkan aspek-aspek sosial dan lainnya.


Hijrah menurut ziaul haque bermakna perpindahan dari satu tempat ke tempat lain yang mengandung nilai pengorbanan baik harta, maupun sanak kerabat dan jauh dari kampung halaman.  Adapun hijrah menurut syekh ibnu abbad adalah tuntunan secara eksplisit atas ketaatan kepada allah semata dan larangan secara implisit akan segala hal keduniawian. Tentu dalam hal ini, pemahaman hijrah secara hakikat adalah sesuatu yang sifatnya personal yang mengandung makna meninggalkan sesuatu yang mulanya tercela kepada sesuatu yang lebih baik dengan segala bentuk pengorbanan yang dilakukan.
Fenomena hijrah sendiri telah begitu meluas di era modern seperti saat ini. Kencaggihan teknologi dan kemudahan akses internet di era milenial menjadi sarana baru menyebarkan informasi termasuk syiar keislaman. Pada prakteknya, hijrah menjadi trend baru dikalangan masyarakat, khususnya remaja milenial yang lebih akrab berinteraksi di media sosial. Tak ada yang negatif dalam gerakan hijrah, namun hijrah sendiri seolah telah kehilangan autentisitasnya di abad ini. Saya mencoba memfokuskan pembahasan pada trend hijrah remaja milenial.


Menurut Maryati (2010) menyatakan trend adalah suatu gerakan (kecenderungan) naik atau turun dalam jangka panjang, yang diperoleh dari rata--rata perubahan dari waktu ke waktu. Trend hijrah milenial  seolah menjadi corak tersendiri yang perlu ditampakkan untuk terlihat lebih religius dengan mengubah segala tampilan zahir menjadi lebih islami. Tak ada yang salah dalam hal ini kendati mengikuti trend westernis. Namun, sebagian remaja muslim saat ini seolah memahami islam secara doktrinal dan kehilangan semangat untuk mencari keberagaman pemahaman dalam islam serta menganggap apa yang ia yakini semata-mata benar. Tak jarang muncul ujaran dan hujatan takfirisme yang berdampak pada sempitnya pemahaman. Fenomena hijrah seakan mengalami pergeseran makna yang seharusnya. Hijrah yang digaungkan saat ini, hanya difokuskan pada aspek spiritualitas dan melupakan aspek sosial kemasyarakatan lainnya. Remaja seakan digiring untuk bersifat intoleran bahkan terhadap sesama muslim dengan hanya menampakkan sisi lahiriah yang islami, namun mengabaikan ajaran yang lebih urgen dalam islam.


Fenomena hijrah saat ini telah melahirkan beragam gerakan-gerakan untuk mengajak masyarakat muslim terkhusus remaja millenial, dengan menghadirkan ustadz-ustadz populer hingga artis maupun publik figur melalui beragam platform digital sebagai media utamanya. Remaja yang menyaksikan dengan tanpa tapi akan menerima dan mengamalkan dengan sukarela. Tak jarang melupakan budaya diskusi, karena akan dianggap bahwa yang mempertanyakan syariat telah jauh dari kebenaran.  pada akhirnya, akan melahirkan budaya pengkafiran dimana-mana apabila terdapat kontradiksi pendapat dengannya.

Hijrah yang awalnya dipahami sebagai sesuatu yang bersifat personal individu, di zaman modern ini bermakna suatu gerakan yang harus dilakukan secara komunal (berkelompok) dengan mengajak untuk berhijrah bersama. Hal ini tentu menciptakan kepercayaan diri bagi masyarakat terkhusus remaja milenial untuk unjuk diri menampakkan dirinya dalam berhijrah dari hal-hal yang awalnya dianggap tabu di masyarakat. Sebagai sebuah masyarakat yang pluralis, tentu hijrah tidak boleh dipahami secara simbolik semata, namun harus pula menumbuhkan sikap toleransi di tengah perbedaan agama maupun keyakinan. Pada prakteknya, trend hijrah remaja milenial tidak mempertimbangkan hal tersebut dan menolak memahami substansi hijrah sesungguhnya.

Lantas ,bagaimana menyikapi fenomena tersebut?. Tentu, remaja muslim harus lebih bijak memaknai hijrah, tidak hanya menjadikannya sebagai trend semata namun harus kembali pada semangat hijrah yang orisinal. Hijrah sendiri semestinya dapat menumbuhkan semangat menuntut ilmu dan mencari kebenaran dari manapun itu, tidak serta merta meyakini satu kebenaran tunggal. Hijrah selain menguatkan pondasi keimanan namun dengan tanpa melupakan sisi lain dari hijrah itu sendiri. Pada dasarnya, hijrah tidak dimaknai dengan hanya mengenakan jilbab syar'i panjang bagi perempuan ataupun jenggot dan celana cingkrang bagi laki-laki, namun lebih luas dari itu dengan cara menumbuhkan ghirah keislaman dan cerdas secara spiritual dan intelektual serta emosional. Sebagai generasi milenial, kita mesti toleran terhadap pluralisme pandangan dan perbedaan keyakinan dan tidak berhijrah secara fanatisme buta serta tidak bersifat arogan dan ahistoris keagamaan.
Demikian jejak pendapat dari saya, dengan meminjam sebuah ungkapan, generasi muda adalah "the agen of change". Sebagai seorang remaja muslim, kita tumbuhkan semangat hijrah dengan kebijaksanaan, tingkatkan keimanan, memahami hijrah tidak sekadar simbolik belaka namun lebih kepada substansi, dan bersikap toleran terhadap pluralitas.

Wassalam.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline