Bagian 1
Pindah Kota
Sesekali bapak yang berusia merangkak senja itu menyesap lama rokok sigaretnya, tatap mata penuh kharisma menatap langit-langit kosong. Sang istri hanya melirik dengan sudut mata cantiknya yang dibingkai kerut wajah menua. Hidup bersamanya sudah cukup lama. Ketika Bapak sudah bersikap seperti itu pasti ada yang sedang direncanakan.
"Di usia pensiun kita nanti, tampaknya kita punya pekerjaan rumah yang luar biasa." Ungkap bapak dengan suara vibranya memecah kesunyian pagi itu.
Ibu menghampiri dengan langkah lembut nyaris tak memunculkan suara.
"Papah rupanya terbawa peristiwa dari kasus yang Papah tangani kemarin ya?"
Ibu menenangkan. Rupanya peristiwa radupaksa gadis kecil di kampung sebelah membuat bapak terbawa suasana dan menjadi bibit kekhawatiran di benaknya.
"Pah!" Ibu menghampiri suaminya seraya mengelus lembut pundak suaminya.
"Pah, Setiap manusia akan hidup bersamaan dengan taqdirnya, seperti apa proses hidupnya sampai ajal kematiannya." Ibu menandaskan kekhawatiran bapak.
"Betul itu! Tapi tetap saja perlu campur tangan kita sebagai orangtua untuk memastikan apakah anaknya hidup dengan aman atau tidak. Setidaknya kita harus berusaha menciptakan lingkungan hidup yang nyaman untuk anak kita!"
Raut wajah bapak mulai gusar. Lagi-lagi ibu tersenyum lembut. Ditambahkannya teh hangat ke cangkir bapak yang mulai kosong, namun kali ini ditambahnya sebongkah kecil gula batu dengan irisan lemon kesukaan suaminya.