Tulisan ini saya buat di tengah kegundahan setiap kali Ramadhan datang. Dulu sewaktu saya masih anak-anak berkali-kali emak menyebut bulan puasa sebagai sasi boros atau dalam bahasa Indonesia artinya bulan boros. Sebagai anak yang masih lugu saya bertanya kepada emak kenapa bisa menjadi bulan boros? Emak menjawab bahwa pengeluaran setiap bulan puasa selalu membengkak berlipat-lipat. Emak menambahkan jika misalnya di bulan biasa menu cukup ala kadarnya maka di bulan puasa harus menjadi lebih banyak dan lebih lezat. Belum lagi pengeluaran untuk membeli kue-kue lebaran, baju baru, mengecat rumah, beli perabot baru, menyiapkan THR buat kerabat, dll. Hingga saya dewasa, menikah, hingga punya anak sudah besar sekarang, emak masih saja mengatakan hal yang sama dan kini saya merasakannya sendiri secara langsung.
Pengalaman emak ini saya yakin juga pasti dialami oleh jutaan keluarga lain di tanah air. Begitu bulan Ramadhan tiba maka pengeluaran rumah tangga pun akan meningkat berkali-kali lipat. Karena itulah ibu-ibu di kampung saya menyiasatinya dengan menabung khusus untuk persiapan Ramadhan ini yang biasanya dimulai langsung usai lebaran lewat majelis taklim mingguan. Caranya setiap ada acara tahlilan mereka menyetorkan sejumlah uang kepada salah satu pengurus yang dipercaya. Nantinya uang yang sudah terkumpul baru boleh diambil jelang bulan puasa. Tidak hanya berupa uang tetapi sekarang sudah merambah ke berbagai bentuk seperti kue-kue lebaran, daging sapi, perabot rumah tangga bahkan baju lebaran. Dengan cara ini maka beban pengeluaran di bulan Ramadhan bisa banyak ditekan. Begitu istimewanya bulan Ramadhan di mata banyak umat muslim hingga persiapannya saja sudah dilakukan setahun sebelumnya.
Nah sekarang mari kita kaji lebih mendalam sebenarnya apa yang spesial dari bulan ini? Tentu saja jawabannya adalah ibadah puasa 30 hari! Pertanyaannya adalah apakah ritual puasa memang menghabiskan sebegitu besar sumber daya kita? Sesungguhnya semua bergantung kepada cara kita memandangnya masing-masing. Kebetulan kadang saya puasa sunnah di luar Ramadhan. Bukan bermaksud pamer dan semoga Allah mengampuni saya jika memang dianggap pamer, saya hanya merasakan betapa sederhananya ibadah puasa sunnah itu sebenarnya. Pagi jelang subuh saya bangun untuk makan sahur sekitar 15 menit sebelum subuh lalu makan seadanya. Kadang cuma nasi 2 sendok makan karena memang tidak ada persiapan khusus buat sahur. Sepanjang hari saya tidak lemas dan bisa beraktivitas seperti layaknya hari tidak berpuasa. Nah sekarang kalau puasa Ramadhan saya harus bangun paling tidak 1 jam sebelum subuh karena menu sahurnya lebih beragam dan banyak sehingga tidak mungkin bisa selesai memakannya dengan cepat. Bahkan kadang masih dibuatkan teh segala. Hasilnya perut saya jadi sering bermasalah sepanjang hari entah itu mual atau tidak nyaman. Sama halnya dengan berbuka, kalau puasa sunnah begitu adzan maghrib tiba saya cuma minum teh dan kadang air putih lalu berangkat shalat maghrib. Sebaliknya jika puasa Ramadhan bukan cuma teh tetapi ada cendol, es buah, kurma, dll sekedar untuk umpan tekak atau takjil saja. Habis shalat maghrib kalau puasa sunnah saya makan seperti menu hari itu yang tersedia alias tidak ada hidangan khusus berbuka. Sementara itu kalau puasa Ramadhan untuk hidangan utama sudah seperti makan di warung saja karena semuanya nyaris ada mulai dari sate, ayam geprek, oseng paria, dll masih ditambah rempeyek dan kerupuk. Habis makan sudah pasti kekenyangan dan tarawih pasti mengantuk karena itulah saya justru merasa tidak berenergi selama bulan Ramadhan. Siang dan malam rasanya mengantuk terus-terusan.
Saya hanya membayangkan jika puasa Ramadhan ini bisa kita jalankan layaknya puasa sunnah tentu takkan ada lagi yang akan mengatakan puasa sebagai bulan boros. Pasti akan masih ada sisa dari uang yang kita miliki untuk memberikan lebih kepada sesama. Pasti masih ada sisa-sisa waktu yang bisa digunakan untuk tadarus daripada habis hanya buat memasak dan makan-makan atau ngemil saja. Karena itulah saya sering mendengar orang-orang usai bulan puasa mengeluh karena berat badannya malah melonjak. Saudara-saudaraku semua, sudah saatnya kita mulai merevolusi puasa kita lebih baik lagi. Ibadah puasa bukan sekedar ritual tidak makan minum tetapi lebih dari itu adalah sebuah upaya mengasah dan membangun spiritualitas kita ke arah yang jauh lebih baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H