Lihat ke Halaman Asli

Suseno Pranoto

guru yang ingin terus berguru

SIM Seumur Hidup

Diperbarui: 4 Juni 2023   15:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Sekitar tahun 2000an penulis membuat SIM C dikantor polres Bogor. Setelah sampai di depan gerbang polres, disambut seorang petugas sambil ditanya ada kepentingan apa, penulis jawab mau buat SIM C. Kemudian ditawarkan bantuan dari petugas tersebut. Singkat cerita proses berjalan cepat tidak sampai 24 jam selesai. Syarat dan ketentuan berlaku. 

Setelah menikah di tahun 2005 penulis pindah ke Jakarta Timur. Masa berlaku SIM tersebut habis juga dengan sendirinya. Karena sudah pindah tempat tinggal sengaja tidak diperpanjang lagi, masa berlaku cukup sudah 5 tahun. 

Selanjutnya pada tahun 2008 penulis pindah tempat tinggal ke Bogor. Kemudian selama beberapa tahun tidak ada SIM. Aman saja asal tidak terkena razia polisi. Kalau nampak di depan ada razia supaya tidak kena puter arah atau lewat jalan alternatif.
Karena kalau kena razia biasanya terkena tilang atau damai kalau tak mau repot sidang ke pengadilan. 

SIM bermanfaat jika bertemu razia diperjalanan bermotor. Kalau tanpa SIM sepertinya aman saja asal hati-hati dijalan, tertib lalu lintas, dan selama tidak ketemu atau kena razia. Termasuk dalam perjalanan yang jauh keluar kota aman juga. Berdasarkan dari pengalaman penulis demikian adanya. 

Setelah cukup lama berkendara tanpa SIM penulis mencoba kembali membuat SIM. Memanfaatkan kesempatan waktu luang karena sedang liburan sekolah. Pada tahun 2012 penulis berniat untuk membuat SIM dengan mendatangi kantor polres kabupaten Bogor. Pada saat itu nampaknya siapa saja yang ingin memiliki SIM harus melalui prosedur resmi. Artinya tidak ada "jalan khusus" tak resmi. 

Ketika itu penulis setelah mendaftar untuk pembuatan SIM ada tes kesehatan untuk memeriksa apakah mata sehat atau tidak, tensi, darah, dan sebagainya. Untuk tes ini relatif mudah. Namun perlu menyiapkan uang administrasi tes. Setelah itu ada bukti keterangan sehat sebagai syarat untuk mengikuti tes pembuatan SIM. 

Tes berikutnya adalah praktek mengemudi dengan motor yang sudah disediakan oleh penyelenggara tes. Satu motor kopling dan satu lagi motor bebek, bebas memilih. Belum ada yang matic. Tes simulasi mengendarai motor tidak lulus karena pada saat jalan di angka 8 kaki penulis turun ke bawah tanah. Akibatnya tes boleh diulang setelah sepekan.

Seminggu kemudian, pekan depannya penulis berhasil mengendarai sepeda motor secara zig-zag maupun melingkar seperti angka 8 tanpa turun kaki. Penulis dinyatakan lulus tes praktek mengendarai sepeda motor. 

Selanjutnya ada tes materi yang harus diikuti dengan menggunakan alat bantu komputer. Materi yang diujikan tentang rambu-rambu lalu lintas, etika. Kalau tidak salah ada juga undang-undang lalu lintas, ini sudah lupa. Singkat cerita, hasilnya tidak cukup nilai untuk lulus. Kalau anak sekolahan ada remedial karena kurang dari KKM. Efek kurang nilai terpaksa mengulangi lagi tes berikutnya pada pekan depan. 

Sepekan berlalu penulis datang kembali ke kantor polres. Melanjutkan proses ujian yang harus diikuti jika ingin memiliki SIM. Liburan sekolah sudah selesai. Supaya tidak sia-sia usaha tes sebelumnya maka harus diteruskan sesuai prosedur resmi. Alhamdulillah tes materi yang kedua waktu itu nilainya mencukupi ketentuan. Lebih sedikit dari KKM. 

Proses berikutnya karena lulus tes adalah foto. Sebelum foto untuk SIM menunggu antrian selama beberapa waktu, sekira kurang dari satu jam. Setelah itu masih ada antrian untuk dipanggil membayar administrasi. Biaya kurang dari Rp. 200.000. Akhirnya dapat SIM baru untuk perlengkapan mengendarai sepeda motor selain helmet dan jaket. Proses pembuatan SIM yang cukup menyita waktu. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline