Lihat ke Halaman Asli

Pemimpin yang Heroik

Diperbarui: 26 Juni 2015   13:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pagi tadi, saya mendapat kiriman bahan presentasi Prof. David T. Ellwood, yang diberikan kepada Presiden SBY dan tim, beberapa hari yang lalu.  Prof Ellwood adalah Dekan  Harvard Kennedy School, dan guru besar di bidang politik-ekonomi.  David dikenal sebagai ahli tentang kebijakan publik dan strategi  pengentasan kemiskinan dari sebuah institusi ternama di Amerika dan  pendapatnya banyak digunakan di negara-negara berkembang lainnya.  Kali ini, Rabu, 15 September 2010, pagi, di istana negara, Prof. David T. Ellwood memberikan presidential lecture dengan judul  "Creating Job, Reducing Poverty and Improving the Welfare of the People", dan menyarankan pemerintah Indonesia, cq Presiden SBY,  4 langkah untuk menjadikan Indonesia sebagai negara maju, yaitu membangun ekonomi yang kuat, membikin industri dengan keunggulan komparatif yang spesifik, merancang program untuk mengurangi penduduk miskin, dan mempunyai kelembagaan pemerintahan yang efektif dan kuat.   Meskipun sarannya kelihatan biasa-biasa saja, banyak pengamat politik dan ekonomi mengganggap bahwa pemerintah akan kesulitan untuk menerapkan saran-saran tersebut.  Yang menarik dari bahan presentasi Prof. Ellwod adalah slide  terakhir yang nampaknya merupakan kunci kuliahnya, agar semua saran yang disampaikan bisa terlaksana dengan baik, yaitu : "But the most important element by far is : wise, effective, powerful and inspired leader". Saya tidak tahu persis apakah slide penutup ini merupakan sindiran kepada Presiden SBY yang dianggap tidak memenuhi 4 syarat diatas, untuk disebut sebagai pemimpin yang berhasil, atau Prof. Ellwood memang menganggap sangat penting, faktor kepemimpinan dalam keberhasilan suatu managemen  (negara).  Berbicara mengenai pemimpin yang menginspirasi, teringat saya akan cerita tentang kisah Khalifah Umar bin Khatab.  Cerita yang sering diceritakan dari mulut ke mulut,  dari media ke media.  Kisah kepemimpinan yang heroik, penuh kepedulian dan merakyat.  Alkisah malam itu, bersama Aslam pembantunya, Umar berada di suatu kampung terpencil.   Dari sebuah kemah yang nyaris ambruk, terdengar seorang gadis kecil menangis berkepanjangan. Umar bin khattab dan Aslam bergegas mendekati kemah itu.  Umar melihat seorang perempuan tua tengah menjerangkan panci  di atas tungku api.  "Assalamu'alaikum.  Siapakah gerangan yang menangis di dalam?" tanya Umar.  Ibu itu menjawab : "Anakku, ia kelaparan".  Umar dan Aslam tertegun.  Mereka masih tetap duduk di depan kemah sampai lebih dari satu jam. Gadis kecil itu masih terus menangis. Sedangkan ibunya terus mengaduk-aduk isi panci. Umar tidak habis pikir, mengapa sudah begitu lama dimasak tapi belum juga matang.  Karena tak tahan, akhirnya Umar berkata, "Apa yang sedang kau masak?".  Ibu itu menjawab, "Hmmm, kau lihatlah sendiri".  Setelah dilihat, maka tertegunlah Umar melihat panci berisi air dan batu-batu.  "Mengapa engkau memasak batu?.  Untuk apa?".  "Saya seorang janda,  tak punya bahan makanan dan uang, sementara anakku merengek-rengek terus karena kelaparan.  Semula saya meminta dia untuk puasa, dengan harapan sudah mendapatkan rezeki ketika masa buka datang.  Tetapi, rezeki tak kunjung ada, makanan juga hampa, sementara buka telah tiba.  Rebusan batu untuk menghibur anakku, agar dia menyangka bahwa ibunya sedang memasak makanan untuk dia, sampai pagi nanti.  Ternyata usahaku sia-sia.  Dia terbangun senantiasa, dan menangis karena lapar tak tertahankan".  Khalifah Umar gemetar, darahnya menggejolak karena malu  dan iba.  "Mengapa kamu tidak melaporkan hal ini ke pemimpinmu, Khalifah Umar bin Khatab?". Dengan nada lemah, perempuan tadi menjawab : "Bila Umar memang benar-benar khalifah kami, bila memang dia pemimpin kami, bila dia memang pelindung kami, dia yang harus datang menemui rakyatnya, dan bukan kami yang harus datang ke istananya".  Aslam tak tahan menghentikan teriakan tangis  janda yang sedang menderita itu.  Ia menggertaknya untuk diam, tapi sang Khalifah menutup mulut Aslam dan bergegas meningggalkan kampung, menuju istananya.  Diambilnya sekarung gandum dan dipikulnya sendiri menuju rumah si janda.  Memang benar kata dia, kalau Umar benar-benar pemimpinku, dia yang harus datang ke rumah rakyatnya yang sedang kelaparan. Cerita ini menjadi penting ketika akhirnya sang pemimpin menyadari posisinya dan serta-merta take a lead  untuk menyelesaikan masalah dengan heroik.  Umar memenuhi 4 syarat menjadi pemimpin seperti yang digariskan oleh Prof. Ellwood.  Keputusannya bijaksana (wise),  pemberian gandum yang segera sangat efektif, penuh dan percaya dengan kekuatan diri (powerful), dan menjadikannya panutan bagi mereka yang mendengar cerita ini (inspired).  Peristiwa yang terjadi kurang-lebih 1500 tahun yang lalu dirumuskan secara sistematis, singkat dan mengena oleh seorang guru besar politik dan ekonomi dari Harvard Kennedy School, Amerika.  Cerita perkasa kepemimpinan Umar bin Khatab bisa diidentikkan dengan apa yang ditulis oleh Chris Lowney, dalam bukunya Heroic Leadership (2003).  Lowney, jebolan pastor ordo Serikat Jesus (Jesuit) dan memulai kariernya di J.P. Morgan & Co, melanglang buana sebagai managing director di New York, Tokyo, Singapore dan London.  Dia menyebut bahwa great leader  harus mempunyai 4 pilar kepemimpinan yaitu self awareness atau kesadaran diri (pahami kekuatan, kelemahan, tata-nilai dan pandangan global),  ingenuity atau pandai (selalu menemukan jalan keluar dalam setiap masalah), love atau kasih-sayang (relasi dengan sesama dan membuka potensi mereka tanpa batas),  heroism atau kepahlawanan (kembangkan  dirimu dengan ambisi yang perkasa dan  gairah untuk selalu menjadi yang terbaik).  Meskipun dengan konteks yang berbeda, dengan dimensi waktu, budaya dan agama yang tidak sama, konsep kepemimpinan selalu bisa diterangkan dengan benang-merah yang serupa.   Prof. David T. Ellwood di Istana Negara, Jakarta, Khalifah Umar di Timur Tengah, dan  Chris Lowney di pelbagai belahan dunia, dengan masa waktu yang berbeda, membawa spirit yang sama.  Semuanya mengandung suatu pemahaman bahwa : Leader comes to serve and not to be serve. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline