Saya adalah salah satu diantara ribuan atau jutaan penggemarnya. Seolah kehilangan besar, saat menyadari sang idola sudah 2 bulan tak nampak di layar kaca. Gurauannya yang menggelitik dan spontanitas yang meletup-letup, sering menyenggol syaraf humor saya yang memang tipis. Dia tercatat sebagai komedian ternama saat ini, namanya Olga Syahputra.
Meski ada yang berpendapat miring akan candanya, Olga selalu menghibur fansnya. Acara-acara yang dibintanginya selalu mendapat rating tinggi dan ditayangkan di berbagai stasiun TV. Bahkan tak jarang dia tampil di 2-3 stasiun TV sekaligus. Satu acara live show, sementara lainnya rekaman atau siaran tunda.
Olga menyandang nama besar dan menjadi milyarder. Honornya, konon, 75-100 juta rupiah sekali tampil. Bisa dihitung penghasilannya per bulan bila sehari dia 2-3 kali mengisi acara. Tujuh hari seminggu, 30 hari sebulan. Nonstop, tanpa henti, bahkan di hari libur nasional, Olga masih saja on dan on di layar kaca.
Saya ikut prihatin mendengar berita bahwa Olga sudah 2 bulan sakit dan dirawat di sebuah RS di Singapura. Tak ingin terlibat hiruk-pikuk infotainment, saya tak begitu tertarik akan jenis dan parahnya penyakit. Yang saya harapkan, Olga segera sembuh, sehat kembali dan candanya - yang kadang memerahkan telinga - kembali terdengar.
Beberapa teman berpendapat bahwa Olga sedang 'dipaksa' untuk istirahat. Ketika dikejar, siapa yang 'memaksanya', mereka menjawab : "Alam mempunyai hukum yang sangat adil, sangat bijaksana, dan sangat cerdas. Alam menghendaki keseimbangan. Alam tahu caranya, bagaimana mengatur isinya". Ketika kaidahnya dilanggar, maka Alam bicara, urun rembug atau menyelesaikan ketidak-normalan ini dengan caranya sendiri. Ini berlaku terhadap siapa saja, termasuk Olga yang 'melawan' hukum-alam tentang keterbatasan manusia. Ketika seseorang tak kenal berhenti beraktivitas, tak diselingi istirahat, tak ada reses, maka Alam akan turun tangan. Olga 'harus' istirahat dengan caraNya, bukan dengan cara dia.
Raga manusia mempunyai batas. Spirit manusia bukan tak terhingga. Ketika salah satu atau keduanya dipaksa untuk bekerja keras, terus menerus, sampai melampaui batas, maka akan ada titik yang dilanggar. Kemudian, Alam mengingatkan manusia untuk stop, untuk istirahat, untuk break, untuk rehat. Kata lain yang saya suka adalah 'jeda'. Makanya, sebelum Alam memaksa jeda, sebaiknya kita mengatur diri kita sendiri, agar terhindar dari pelanggaran hukumNya.
Bahkan Undang-Undang Ketengakerja, juga mengatur tentang batas kelelahan raga dan jiwa manusia. Pekerja bekerja maksimum 40 jam seminggu. Bila ada kebutuhan khusus, maka kerja tambahan atau lembur diperkenankan dengan syarat-syarat yang ketat. Penelitian mengatakan bahwa lebih dari batas waktu itu, manusia dianggap melampaui batas normalnya. Ia harus rehat, kalau tidak, Alam akan mengingatkannya.
Pola itu saya pakai untuk tulisan mingguan yang biasanya saya kirim ke anda. Masa jeda saya tempuh dengan mengistirahatkan artikel yang biasanya setia mengunjungi anda. RaM, atau "Renungan akhir Minggu", saya hentikan selama 2 bulan. Pertama, karena 'menulis' memerlukan istirahat. Kedua, inspirasi saya timbun agar tidak terjadi kekeringan di dasar sumur kalbu. Ketiga, rasanya para pembaca perlu dikosongkan dari suara ribut celoteh saya. Alih-alih membangkitkan semangat atau menginspirasi pikiran atau menentramkan jiwa, yang ada malahan membisingkan gendang telinga dan menjengkelkan sukma anda. Anda diberi kesempatan untuk jeda, terbebas dari aktivitas membuka email di Kamis malam atau Jumat pagi. Itu pun kalau anda tidak langsung menghapusnya dari 'kotak masuk'.
Akhir minggu ini, RaM kembali terbit, meski saya kena getahnya. "Hukum Keengganan" (yang ini istilah asli dari saya) menjangkiti diri saya. 'Mesin' yang sudah lama berhenti ternyata sulit untuk dihidupkan. Mekanik bilang karburatornya basah, atau baterainya kadung kering. Mungkin oli pelumas yang sudah kadaluwarsa dan perlu diganti. Diperlukan energi yang super besar untuk melawan hukum ini. Dengan 'penyangkalan diri' yang hebat, akhirnya 'Jeda' nongol juga. Sekaligus untuk menjawab sahabat-sahabat yang menanyakan lewat socmed, mengapa RaM kok tiba-tiba mengilang. Bukan, bukan menghapus nama anda dari milis ini, tetapi memang isinya yang sengaja tidak digarap.
Pelajaran yang dapat dipetik untuk menangkal 'Hukum Keengganan' adalah, bila mesin diistirahatkan dalam waktu cukup lama, hendaknya tak lupa untuk sekali-kali menghidupkannya. Meminjam 'Broken Glass Theory', saya kemudian sadar, mengapa rumah kosong lebih cepat rusak dibanding rumah yang dihuni, sementara kaca jendela yang pecah mudah merambat bila tidak segera diganti.