Lihat ke Halaman Asli

Susanto

Seorang pendidik, ayah empat orang anak.

Luluh Hati Sang Kepala Sekolah

Diperbarui: 1 Desember 2023   08:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: www.freepik.com *)

"Brak!" bunyi tas Pipit berlabuh di permukaan meja tulisnya.

"Dek, ada apa lagi?" tanya Taufan. Lelaki berbadan tambun itu bertanya. Kata 'lagi' ia gunakan karena ini bukan kali pertama Pipit terlihat muram dan kesal. Kekesalannya ia tumpahkan dengan melempar tas kerjanya di meja.

"Kak, sebal nian aku," jawab Pipit, "Masa, mau pakai proyektor aja harus menghiba kaya pesakitan di hadapan raja!"

Taufan segera mengerti. Yang dikeluhkan istrinya pasti sang pimpinan. Siapa lagi, Pipit menggerutu setelah ia pulang sekolah. Hal yang ia gerutukan peralatan yang ada di sekolah. Jika bukan Waka Sarpras, pasti sang kepala sekolah tersangkanya.

"Sabar, dong. Lagi pula Adek belum istirahat, cuci kaki. Minum pun belum," jawab sang suami ramah.

"Keburu hilang, dong, kesalnya!"

Taufan hanya tersenyum. Sedikit banyak ia paham siapa perempuan cantik yang ia nikahi delapan tahun lalu itu.

"Mana Ayunda, Kak?" tanya Pipit, menanyakan anak sulungnya. Sang anak masih asyik berada di kamarnya. Ia sedang asyik menggambar dengan crayon yang kemarin Pipit belikan.

Jika sudah bertemu sang anak maka hilang sudah rasa capek dan kesal yang ia bawa dari tempat kerjanya, sebuah sekolah menengah pertama cukup ternama di kotanya.

"Awas, jangan langsung menyentuh Ayunda, lo. Cuci tangan dulu. Adek tu baru pulang dari luar!" teriak Taufan dari ruang depan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline