Empat tahun lalu, saya ke rumah Rani. Dia adalah keponakan, anak kakak saya. Saya tahu setelah suaminya mencari dan menemukan saya. Sebelumnya, saya tidak tahu keberadaan keponakan yang pernah saya asuh ketika kecil dan pernah menjadi guru honornya ketika ia duduk di kelas 1 sekolah dasar. Berpisah sejak dia kelas empat SD, ternyata ia tinggal tidak terlalu jauh dan sama-sama tinggal di provinsi Sumatera Selatan.
Momen lebaran tahun 2023 ini, saya bertekad untuk datang kembali ke rumahnya di sebuah kota pegunungan di Sumatera Selatan, Pagaralam. Kali ini tidak sendirian. Kami sekeluarga berangkat ke sana, minus si Sulung yang tidak bisa pulang pada lebaran tahun ini.
Istri dan anak-anak saya belum mengenal Rani dan keluarga kecilnya. Keponakan belum mengenal bibinya, cucu pun belum mengenal nenek atau simbahnya. Demikian pula sebaliknya. Oleh karena itu, momen lebaran tahun ini menjadi saat yang tepat untuk merapatkan hubungan kekerabatan di antara kami.
Drama Keberangkatan
Rabu pagi, pukul delapan kami berangkat. Kendaraan dipacu dengan kecepatan sedang. Tidak terburu-buru, yang penting selamat hingga tujuan.
Setelah setengah jam perjalanan, istri saya terlihat membuka tas jinjingnya. Ia aduk-aduk isinya.
"Di mana, ya?" seolah bertanya sendiri.
"Apa?" tanya saya.
"Obat Ibu di mana, ya?" tanyanya lagi.
Anak-anak di bangku belakang pun dimintanya untuk ikut mencari.
Sementara mereka sibuk mencari obat yang harus diminum ibunya secara rutin setiap delapan jam itu, mata saya mencari tempat parkir yang tepat. Tidak mudah menemukan tempat parkir di jalan yang berliku dan bahu jalan yang sempit. Setelah berjalan cukup jauh, saya menemukan halaman sebuah warung di seberang kanan jalan yang cukup lebar. Saya pun memutar dan memarkirkan kan mobil di sana. Kami pun bersama-sama mencari. Setelh yakin tidak ditemukan, kami pun kembali pulang.