Lihat ke Halaman Asli

Susanto

Seorang pendidik, ayah empat orang anak.

Cerpen: Bayang Kegelapan yang Hilang

Diperbarui: 6 April 2023   21:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi: Gelap Malam. (Sumber gambar: pixabay.com/Suman Maharjan)

Waktu Ashar berlalu. Awan kelabu berarak membayangi mentari sehingga meredupkan cahayanya. Guru Eko bersyukur, terik panas yang menyengat dan menggerahkan berangsur sejuk. 

Tirai bambu di sebelah kiri warungnya ia turunkan. Jika turun hujan, derainya tidak membasahi bangku panjang dan meja yang ada di depan warungnya.

"Kayaknya bakal hujan deras," gumam Guru Eko.

Seakan doa yang terkabul, belum lama Guru Eko bergumam, air dari langit turun seperti dicurahkan. Ia pun tergopoh-gopoh segera menyelesaikan pekerjaan membantu sang istri mengangkat baju dan pakaian yang belum sempurna keringnya. Satu demi satu pakaian itu ia tarik dari kawat alumunium yang membentang pada tiang jemuran samping rumahnya.

"Bu, mana keranjang pakaian. Sudah kupilah-pilah yang kering dengan setengah kering!" teriak Guru Eko kepada sang istri.

"Iya, Yah. Terima kasih, ya. Ayah baik sekali," ucap bu Rumi.

"Gombal! Buruan, hujan makin deras, nih!" kata Guru Eko menanggapi.

"Nah, boleh sekalian masukin pakaian kering ke sini dan yang setengah kering di sini?" pinta istrinya sambil menyodorkan dua buah keranjang plastik berukuran besar.

Tanpa membantah, Guru Eko segera membantu memasukkan pakaian seperti permintaan sang istri.

Begitulah kedua orang paruh baya yang sudah berumah tangga lebih dari dua puluh sembilan tahun itu bahu membahu dalam kondisi darurat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline