Lihat ke Halaman Asli

Susanto

Seorang pendidik, ayah empat orang anak.

Guru Jangan Membiarkan Percikan Itu Menjadi Bara Api

Diperbarui: 8 Agustus 2022   22:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Fajar dan Sopyan (Dok. Pribadi)

Di tengah masifnya kampanye Profil Pelajar Pancasila saya miris membaca berita kriminal di sebuah grup Telegram. Hal yang membuat saya miris adalah peristiwa pembunuhan yang dilakukan oleh mereka yang dilindungi oleh KPAI yakni, anak-anak.

Anak-anak usia sekolah menengah pertama (13 hingga 15 tahun) tega menghabisi nyawa teman satu kelasnya. Pemicunya pun membuat kita mengelus dada, prihatin. Dendam karena dilaporkan kepada guru atau ketahuan melakukan 'kesalahan', jika tidak boleh disebut sebagai suatu kejahatan.

Masih segar dalam ingatan peristiwa seorang anak yang meninggal akibat dirundung teman-temannya. Di Lampung Barat, anak yang dirundung dan melaporkan teman-teman yang merundungnya kepada kepala sekolah, dihabisi oleh para perundung yang tidak lain adalah teman-teman sebayanya.

Belum lama ini pun terdengar kabar seorang anak yang dibunuh temannya sendiri. Yang memicunya adalah hape korban diambil dan dilaporkan ke pihak sekolah. Nyawa sang pemilik hape pun melayang. Peristiwa di Magelang itu sudah masuk televisi nasional dan menjadi perbincangan para psikolog dan ahli lainnya.

Korban dan pelaku adalah murid sekolah. Sebagai guru, saya sangat prihatin. Betul-betul prihatin. Di sekolah pun saya sering menemui anak-anak yang ribut, berselisih paham, lalu bertengkar. Penyebabnya pun bermacam-macam. Saling mengolok, mem-bully teman, menyakiti badan teman, tanpa sengaja menyenggol bagian tubuh teman, meminjam barang tidak mengembalikan, menuduh menyembunyikan sepatu, dan sebagainya. Awalnya bercanda, akhirnya menjadi bertengkar beneran .

Guru, Jangan biarkan percikan itu menjadi bara api!

Pertengkaran, perselisihan, perkelahian, sekecil apa pun yang terjadi di sekolah, menurut saya, wajib dihentikan. Guru harus tahu. Bahkan ketika terjadi 'perang dingin' sebelum 'perang terbuka' terjadi.

Belum dua minggu bersekolah pada tahun ajaran baru, di kelas saya sudah tiga kali terjadi pertengkaran yang membuat siswa menangis. Di kelas lain terjadi perkelahian. Yang terbaru adalah laporan perkelahian yang cukup menggelikan.

Ceritanya, ada dua orang anak kelas dua yang berkelahi. Itu menurut laporan anak perempuan yang tergopoh-gopoh berlari memberitahu saya perihal temannya yang terlibat perkelahian.

Awalnya saya cuekin. Saya sering mendapat laporan adanya perkelahian. Ketika dilerai, kedua anak cengengesan. Katanya, mereka hanya main-main saja. Bahasa Jawa-nya, gelut-gelutan.

Namun, tidak lama kemudian, datang lagi anak perempuan lain yang melaporkan nama yang sama.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline