Lihat ke Halaman Asli

Guru Bahasa Inggrisku Payah!

Diperbarui: 24 Juni 2015   18:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13568359321096808295

[caption id="attachment_232234" align="aligncenter" width="600" caption="Ilustrasi-Belajar/Kompasiana (shutterstock)"][/caption]

Judul artikel diatas bagiku bukan merupakan pelecehan siswa terhadap kemampuan gurunya, khususnya para guru yang mengampu pelajaran bahasa Inggris, tapi aku anggap sebagai pengakuan terindah dari para siswa yang mengharapkan gurunyauntuk selalu meng-upgrade kompetensi profesionalnya.

Terkait harapan siswa terhadap gurunya , Hugh Busher (2006) dalam bukunya yang berjudul Understanding Educational Leadership People, Power, and Culture , berpendapat bahwa salah satu ciri guru yang baik atau sesuai harapan siswa adalah mereka yang mengenal dan memahami mata pelajaran yang akan diajarkan kepada para siswa dengan kemampuan terbaik serta berani menggunakan model dan strategi pembelajaran yang bervariasi dan inovatif.

Apakah kemampuan rata-rata guru bahasa Inggris sekarang ini sudah sesuai harapan siswa ? Believe or not ! Rata-rata nilai Uji Kompetensi Awal (UKA) guru secara nasional di tahun 2012 adalah42,25 dari 300 ribu guru yang mengikuti Ujian tersebut. Jika rata-rata nilai UKA di semua mata pelajaran saja hanya mencapai kepala empat, Anda akan bisa menebak berapa rata-rata nilai kemampuan guru bahasa Inggris di sekolah-sekolah yang ada di Indonesia.

Penyebab rendahnya kemampuan rata-rata guru bahasa Inggris di Indonesia sebetulnya bukan hanya pada penguasaan materi saja tapi juga kegagalan pada pendekatan pembelajaran. Hal tersebut bisa dianalisa dari contoh kasus di lapangan. Ada guru bahasa Inggris yang nilai TOEFL nya sudah cukup baik tapi kenyataan di kelas dia tidak mampu menyampaikan materi dengan baik, metode pengajaran monoton sehingga membuat para siswa jenuh. Guru seperti ini terkadang pintar hanya untuk dirinya sendiri. Sebaliknya, guru bahasa Inggris dengan nilai Uji kompetensi yang pas-pasan atau bahkan tergolong rendah bisa menutupi kekurangannya dengan pendekatan pembelajaran yang interaktif dan berusaha kreatif menciptakan situasi menyenangkan bagi siswanya. Jenis guru bahasa Inggris ini memang bisa dekat dengan siswanya. Kendati demikian, Target pencapaian kompetensi siswa biasanya tak sesuai harapan karena guru kurang menyeimbangkan penguasaan kelas dan kedalaman materi. Intinya siswa senang tapi kalau ditanya ulang pasti jawabnya, “…masih gelap, ah!” alias gak ngerti terus. Yang tergolong parah bin payah adalah kelemahan di semua lini, yaitu guru bahasa Inggris yang lemah pada penguasaan materi, metode pengajaran membosankan dan ditambah tak ada kemauan untuk meningkatkan kemampuannya.

Guru bahasa Inggris atau guru bahasa pada umumnya semestinya berusaha meningkatkan kemampuannya dengan cara meningkatkan kesadaran untuk belajar bahasa tersebut dengan baik dan benar sebelum menularkannya pada para siswa dan lingkungan sekolah secara umum.

Meningkatkan kesadaran untuk belajar bahasa Inggris dengan baik dan benar di kalangan guru dan siswa tidaklah mudah karena perlu didukung oleh sistem atau kebijakan dari Dinas pendidikan dan/ atau lembaga sekolah yang bersangkutan. Maksudnya adalah guru yang mengampu pelajaran bahasa Inggris harus difasilitasi oleh Dinas dan/atau pihak manajemen sekolah untuk mengikuti pendidikan dan latihan (DIKLAT) guru mata pelajaran, pemberian beasiswa S2, mengikuti penataran atau/dan MGMP bahasa Inggris. Selain itu, pihak sekolah memiliki keinginan untuk mensosialisasikan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar pergaulan sehari-hari disamping bahasa Indonesia dan daerah yang sudah ada.

Sementara ini, Penggunaan bahasa Inggris di sekolah masih terbatas untuk kepentingan Ujian Nasional sehingga keterampilan bahasa secara aktif belum diterapkan dalam situasi nyata. Kecuali di beberapa sekolah yang sudah berstatus RSBI atau BI dan beberapa pesantren modern yang cukup berkualitas di Indonesia. Bahkan dengan kebijakan Kurikulum 2013 yang berencana menghapus pelajaran bahasa inggris di SD akan membuat fungsi/keberadaan bahasa Inggris sebatas tataran teoritis semata. Padahal semua tahu apa manfaat dari menguasai bahasa ini.

Jika ada siswa yang mengatakan guru bahasa Inggrisnya payah, kita tidak akan bisa mengingkarinya karena itulah fakta yang terjadi di sekolah-sekolah Indonesia. Jalan satu-satunya tidak lain tidak bukan adalah menaikkan statusnya dari sekedar foreign language menjadi second language atau bahkan mother language. Sesuatu yang tidak mustahil, bukan ?

Keterangan :

*foreign language: bahasa asing

*second language : bahasa kedua

*mother language : bahasa ibu




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline