Pada artikel saya terdahulu, saya pernah memuji keunggulan dunia entertainer di negeri ginseng, julukan Negara korea selatan, dan pujian itu memunculkan kritikan dari rekan kompasiana yang lain yang mengatakan bahwa segala sesuatu yang berbau Koreaselalu mendapat respon yang berlebihan dari masyarakat kita di Indonesia. Masih ingat bagaimana anak balita sampai Bapak Ibu pejabat kita berjoget ala Psy Gangnam Style ?
Sebagai penikmat sekaligus penggemar film/drama Korea, saya tidak memungkiri pendapat rekan saya itu karena Korean Wave atau gelombang Hallyu terjadi dimana-mana. Berangkat dari kesuksesan drama televisi, Korea mampu menginspirasi dan mengkoleksi jutaan penggemar di seluruh dunia tidak terbatas dari seni peran saja tapi bisa bersaing di dunia musik, fashion, dan olahraga. Beberapa sinetron dari daratan Asia Timur ini seperti Endless Love, Stairway to Heaven, dan Full House pernah meledak dan menjadi trend di Indonesia
Fakta yang terjadi akhir-akhir ini adalah tayangan sinetron atau FTV Indonesia harus bersaing dengan drama korea. Beberapa saluran TV swasta bahkan mendapat rating tinggi dari pemirsa karena menampilkan sederet drama korea yang sedang naik daun. Akibatnya, terjadi polemik yang tak seimbang mengenai kualitas sinetron kita dengan drama korea. Beberapa kalangan mulai underestimated terhadap penayangan opera sabun buatan negeri kita sendiri.
Jika dibandingkan dengan drama korea, sinetron Indonesia lebih sering menuai kritikan. Hal ini biasanya disebabkan pemirsa jenuh dengan penayangan sinetron dalam jangka waktu yang terlalu lama hingga ratusan episode. Alasannya semata mata karena tujuan komersial sehingga sinetron kita umumnya kurang mengindahkan kualitas dan logika cerita, tidak mendidik, dan hanya menyajikan hal-hal yang bersifat menghibur. Mari kita membandingkan dengan jumlah episode drama korea yang berkisar antara 15 episode sampai maksimal 40-50 episode di setiap judulnya.
Dalam hal cerita, sinetron Indonesia bersifat musiman dan mengalami pasang surut.Misalnya musim sinetron remaja, sinetron religi, sinetron misteri, dan sebagainya. Cerita yang disuguhkan cenderung mengekor pada sinetron yang laris dan diminati pasar. Ketika sebuah sinetron religi memperoleh rating bagus, misalnya, maka Production House atau tiap rumah produksi akan berlomba-lomba membuat sinetron yang sejenis. Sementara itu, Drama korea sering menyuguhkan tema dan setting cerita yang bervariatif. Bukan hanya berlatar belakang keluarga miskin kaya, atau perbedaan kasta di lingkungan tertentu, pemirsa drama korea dihibur dengan kisah-kisahinspiratif dengan latar belakang kehidupan di sebuah perusahaan, lembaga pemerintahan, rumah sakit, restoran hinggajenis drama musikal.
Keunggulan lain dari drakor, kependekkan dari drama korea, adalah menampilkan adegan dan dialog yang bukan sekedar menghibur tapi juga kreatif dan inspiratif. Beberapa kalimat dalam dialog sangat bermakna, punya nilai yang bisa dijadikan Quote bahkan ada pesan moral tentang perjuangan hidup, cinta, kerja keras dan kesetiaan pada negara.
Namun dibalik keunggulan tersebut, tetap saja pemirsa Indonesia yang mayoritas masyarakat beragama disarankan untuk tidak meniru kebiasaan yang dianggap biasa pada drakor seperti selalu mabuk ketika ada masalah, bunuh diri sebagai pilihan terakhir, mempertontonkan kissing scene secara bebas sebagai bumbu romantisme dan hal lain yang tak sesuai kultur masyarakat kira secara umum.
Sinetron Indonesia sebetulnya perlu belajar banyak dari drama korea dari sisi teknis, manajemen, strategi pemasaran sampai etos kerja para pekerja seninya. Dengan begitu kualitas sebagian besar sinetron Indonesia akan mendapat tempat di benak pemirsa bukan hanya di negeri sendiri tapi menembus pasar Internasional. Semoga saja!
Catatan : Mudah- mudahan tulisan ini bisa bermanfaat untuk memacu kreatifitas dan keinginan para sineas film/drama maupun mereka yang terlibat didalamnya agar dapat meningkatkan kualitas dan popularitas drama dan film Indonesia di dunia internasional. Dan tak lupa penulis sebagai salah satu penikmat film dan drakor memberikan apresiasi pada film “ Hello, GoodBye” yang merupakan film Indonesia yang meraih banyak pujian di Festival Film Busan beberapa waktu yang lalu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H